Jakarta (PARADE.ID)- Belasan organisasi buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), menjelang May Day (1 Mei) dan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) mengeluarkan evaluasi untuk rezim Jokowi-Ma’ruf. Dalam tema besarnya, GEBRAK menilai bahwa rezim Jokowi-Ma’ruf gagal sejahterakan rakyat Indonesia.
Berikut ulasan lengkap GEBRAK soal itu, dalam keterangan resminya yang diterima parade.id, Sabtu (30/4/2022):
MAY DAY DAN HARDIKNAS 2022
GERAKAN BURUH BERSAMA RAKYAT (GEBRAK)
“REZIM JOKOWI-AMIN GAGAL SEJAHTERAKAN RAKYAT”
Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dengan ini menyampaikan salam hormat setinggi-tingginya kepada kelas pekerja di Seluruh Dunia. Dua tahun terakhir menjadi masa-masa dimana kelas pekerja banyak diterpa kesulitan, namun bukan menjadi penghalang bagi kelas pekerja terus memproduksi semua komoditas-komoditas penting untuk kelangsungan hidup umat manusia. Tuas-tuas kehidupan yang terus bergerak, kemajuan peradaban yang tiada tara, serta ilmu pengetahuan yang berkembang begitu pesatnya merupakan maha karya berjuta-juta rakyat pekerja di seluruh dunia. Hidup Kelas Pekerja Seluruh Dunia!
Ketidakpastian Global; Perang Antar Imperialis, Nestapa Bagi Rakyat Pekerja Se-Dunia
Paska Pandemi Covid-19, dunia diambang ketidakpastiaan perekonomian global. Harga-harga terus berfluktuasi, negara-negara di dunia banyak mencabut subsidi dan jaminan sosial untuk rakyatnya, upah dipotong, buruh-buruh di pusat-pusat industri di-rumahkan atas nama efisiensi. Dalam kondisi krisis ekonomi yang terus berkepanjangan itu, persaingan antar negara-negara Imperialis-pun semakin ketat, perang menjadi arena tarung bagi mereka untuk memperebutkan pasar-pasar baru.
Derita pun semakin bertambah bagi rakyat pekerja di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Ketidakpastiaan ekonomi global akibat perang dan harga minyak yang terus berfluktuasi menjadi batu sandungan bagi pemulihan ekonomi nasional paska pandemic Covid-19.
Menurut perhitungan INDEF, dampak perang Rusia Vs Ukraina menjadikan harga minyak mengalami kenaikan sebesar 1.14%. Kenaikan itu sudah terjadi bahkan sebelum perang dan kini diperparah dengan adanya perang. Untuk mengatasi gejolak kenaikan harga-harga tersebut Pemerintah Rezim Jokowi-Amin justru menaikan harga BBM non-subsidi Pertamax, mulai April 2022, disesuaikan harganya menjadi Rp. 12.500/liter dari harga semula Rp. 9000/liter.
Lindungi Kepentingan Oligarki; Rezim Jokowi-Amin Gagal Sejahterakan Rakyat!
Kebijakan Pemerintah Rezim Jokowi Amin menaikan bahan bakar non-subsidi tersebut ber-efek domino terhadap harga-harga bahan pokok di pasaran. Tidak cukup sampai disitu, nestapa bagi rakyat terus berlanjut.
Paska mengeluarkan kebijakan kenaikan bahan bakar non subsidi, Pemerintah juga berupaya untuk menanggulangi inflasi dengan menaikkan harga pertalite-solar, LPG 3 Kg, listrik serta menaikan beban PPN sebesar 12%. Kebijakan pengetatan subsidi kebutuhan pokok tersebut dilakukan disaat mayoritas rakyat mengalami penurunan pendapatan akibat kelesuan ekonomi berkepanjangan paska pandemi Covid-19.
Di tengah kondisi krisis multidimensi tersebut, alih-alih melahirkan kebijakan yang memproteksi pemenuhan hajat hidup rakyat banyak, Pemerintah rezim Jokowi-Amin justru secara ambisius melanjutkan mimpi proyek besar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur yang membutuhkan anggaran sebesar Rp. 466 Triliun. Tak ayal kondisi ini mendapat respon dari gerakan rakyat dengan melakukan demonstrasi besar-besaran di berbagai kota.
Disisi lain, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dan massal semakin menggerogoti nasib para pekerja. Seperti yang dirilis oleh Kumparan.com, dari Januari hingga Agustus 2021, jumlah pekerja yang terkena PHK tercatat 538.305 orang; bahkan Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker telah memproyeksikan hingga akhir tahun 2021, jumlah pekerja yang di PHK bisa mencapai 894.579 orang. Sekalipun belum ada data ter-update jumlah PHK pekerja pada tahun 2022, namun kerentanan tersebut akan selalu mengancam klas pekerja.
Apalagi paska di-sahkannya UU Omnibuslaw Cipta Kerja tentu praktik-praktik tersebut akan terus terjadi secara massif.
Pasalnya, UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang digadang-gadang dapat mengundang investasi sebesar-besarnya untuk kemudian menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, telah terbukti gagal. Justru, aturan tersebut malah melanggengkan skema fleksibelitas kerja dan pelemahan perlindungan terhadap pekerja sehingga menjadi tameng bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Alih-alih membuka lapangan kerja, UU Cipta Kerja justru menjadi pintu masuk bagi investor dan korporasi untuk merampas tanah rakyat secara besar-besaran melalui kemudahan pengadaan tanah.
Tahun 2021, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi kenaikan letusan konflik agraria secara signifikan di sektor pembangunan infrastruktur dan pertambangan. Dua sektor yang menjadi bagian dari prioritas pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19. Situasi di atas semakin menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak lebih dari sekedar re-formulasi kebijakan untuk memuluskan upaya-upaya pencaplokan tanah oleh badan-badan usaha skala besar tersebut.
Meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa UU tersebut cacat konstitusional dan merekomendasikan untuk di-revisi, watak culas Pemerintah Rezim Jokowi-Amin justru malah berencana merevisi aturan UU tentang Pedoman Penyusunan Perundang-undanagan serta me-revisi UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja demi meloloskan ‘jalan busuk’ UU omnibuslaw Cipta Kerja.
Anak Muda Diambang Ketidakpastian Masa Depan
Hampir dua tahun berselang paska disahkannya Omnibuslaw Cipta Kerja, investasi dan kemudahan bisnis yang dibayangkan akan mampu menyerap banyak tenaga kerja, nyatanya tidak membawa dampak pengaruh yang cukup signifikan. Berdasarkan data World Employment and Social Outlook (WSEO) edisi 2022, angka pengangguran di Indonesia pada tahun ini diperkirakan menyentuh di angka 6,1 juta orang, atau 1,2 juta orang lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelum disahkannya Omnibuslaw Cipta Kerja.
Dari sisi usia, anak muda berumur 19-24 tahun dan 25-29 tahun masih menjadi angkatan penyumbang Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar per-periode 2021, masing-masing 17,66% dan 9,27%. Berdasarkan tingkat pendidikan, lulusan SMA, SMK dan perguruan tinggi masih menjadi penyumbang Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi. Masing-masing sebesar 8,55%, 11,45% dan 6,97% pada tahun 2021.
Omnibuslaw Cipta Kerja terbukti tidak mampu merubah kondisi krisis yang dialami oleh kaum muda, yaitu ketidakpastian kerja dan kerentanan masa depan. ‘Atas Nama Anak Muda’, ‘Demi Generasi Unggul Di Masa Mendatang’ yang selalu menjadi alasan suatu kebijakan ekonomi politik yang dilahirkan oleh rezim Jokowi-Amin, hanya-lah merupakan bualan mimpi di siang bolong. Jika kenyataannya justru, kebijakan ekonomi politik yang dilahirkan oleh Rezim Jokowi-Amin justru semakin mendorong anak-anak muda Indonesia terjerumus dalam jurang ketidakpastiaan masa depan.
Omong Kosong Merdeka Belajar; Yang Tidak Benar-Benar Merdeka
Bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional 2022, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) juga menyoroti berbagai macam persoalan dan isu di sektor pendidikan Indonesia. Sebabnya, bukan hanya kemudahan bisnis dan investasi yang di-’obral’ oleh Omnibuslaw Cipta Kerja, tapi semua ‘input dan output’ dunia pendidikannya pula disiapkan untuk melayani kepentingan bisnis dan investasi. Paska diberlakukannya skema merdeka belajar, banyak anak-anak muda pelajar dan mahasiswa terjerumus dalam program pemagangan.
Alih-alih mampu menyiapkan tenaga kerja yang terampil di masa mendatang, program tersebut justru menjerumuskan anak-anak muda pelajar dan mahasiswa dalam skema eksploitasi tenaga kerja murah, tanpa perlindungan jaminan sosial, tanpa upah, tanpa kenyamanan dan keselamatan kerja.
Selain itu, program skema belajar merdeka justru ‘di-implementasikan’ di berbagai instansi pendidikan menengah hingga perguruan tinggi dengan Surat Edaran dari dinas terkait dan pemangku kebijakan pendidikan yang berisi pelarangan pelajar dan mahasiswanya untuk menyampaikan aspirasi dan terlibat dalam demonstrasi-demonstrasi. Di Banten, pelarangan tersebut termaktub dalam Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh rektorat UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten.
Di Jawa Barat, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat menyebarkan surat himbauan dan larangan siswa/i terlibat dalam demonstrasi dengan ancaman diberi sanksi. Di Jakarta, pelajar yang ketahuan terlibat dalam demonstrasi diancam dicabut dari daftar penerima subsidi Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Memang tak seharum namanya, program skema belajar merdeka juga tidak dibarengi dengan kemerdekaan bagi pelajarnya dalam menyampaikan pendapat, kemerdekaan pelajarnya dari bahaya kekerasan seksual dilingkungan dunia pendidikan, serta tidak dibarengi dengan kemerdekaan atas akses pendidikan yang gratis, adil, dan setara. Data yang dilansir oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbud menyebutkan bahwa sepanjang dua tahun terakhir, lebih dari setengah juta anak-anak muda putus kuliah.
Hari ini, diam-diam Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mencanangkan revisi UU Sistem Pendidikan Nasional tanpa partisipasi publik yang luas. Dalam draft yang banyak beredar, revisi UU SISDIKNAS kembali mengadopsi di dalamnya semangat untuk melepas tanggung jawab negara dalam menghadirkan pendidikan yang layak, untuk kemudian diserahkan dan dibebankan sepenuhnya kepada masyarakat atau peserta didik. Liberalisasi dan komersialisasi pendidikan masih menjadi semangat utama dalam agenda revisi UU SISDIKNAS secara diam-diam.
Seruan Umum Untuk Seluruh Rakyat;
Olah karena itu, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dalam momen Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional 2022 ini tak bosan-bosan menyerukan kepada seluruh kelas buruh Indonesia, kaum tani, pemuda-pelajar dan mahasiswa, kaum rakyat miskin kota, perempuan Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia untuk terus memperhebat dan memperkuat persatuan perjuangannya. Sebab, tidak ada jalan lain untuk merubah kondisi kehidupan agar lebih baik lagi selain dengan kekuatan dan perjuangan kita sendiri.
Di depan sana, ketika kita sudah mau bergotong royong bahu membahu menyatukan kekuatan kita, tangan kita yang kuat ini akan kita angkat setinggi-tingginya, sehormat-hormatnya, untuk menghancurkan rantai penghisapan dan penindasan. Kehidupan yang layak, adil, setara dan sejahtera akan segera terwujud dengan kekuatan kita sendiri, dengan perjuangan kita sendiri.
Maju Terus Persatuan Perjuangan Kelas Buruh dan rakyat!
Jayalah Internasionale!
Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menyampaikan Sepuluh Tuntutan Rakyat hasil Kongres Rakyat, diantaranya;
1. Cabut Omnibuslaw Cipta Kerja Beserta Aturan Turunannya dan Hentikan Upaya Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Hentikan Represifitas dan Kriminalisasi Terhadap Gerakan Rakyat dan Segera Tuntaskan Pelanggaran HAM
3. Turunkan Harga-Harga Kebutuhan Pokok (BBM, Minyak Goreng, PDAM, Listrik, PUPUK, PPN, dan Transportasi)
4. Tangkap, Adili, Penjarakan, dan Miskinkan Seluruh Pelaku Koruptor
5. Segera Wujudkan Reforma Agraria Sejati, Stop Perampasan Sumber-Sumber Agraria
6. Tolak Revisi UU SISDIKNAS, Stop Liberalisasi dan Komersialisasi Dunia Pendidikan
7. Tolak Revisi UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
8. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga, Berikan Perlindungan Bagi Buruh Migran
9. Berikan Jaminan Subsidi atas Pendidikan, Kesehatan, Tempat Tinggal Layak, serta Makanan Layak Untuk Rakyat
10. Tolak Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Tentang Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) :
Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) merupakan aliansi gerakan rakyat multisektoral yang beranggotakan;
Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Jaringan Komunikasi SP Perbankan (JARKOM SP Perbankan), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND-DN), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Federasi Pelajar Jakarta (FIJAR), Komite Revolusi Pendidikan Indonesia (KRPI), dll.