Jakarta (PARADE.ID)- Ekonom Chatib Basri mengaku khawatir dengan manufaktur Indonesia akibat perang Rusia-Ukraina. Dampaknya, bisa jadi manufaktur Indonesia akan tertekan.
Hal itu, kata dia, lantaran kenaikan harga energi dan pangan (akibat perang Russia dan Ukraina)—membuat kenaikan harga dari sisi supply.
“Nov lalu saya pernah menulis mengenai resiko stagflasi. Tampaknya kekuatiran ini akan terjadi. Alasannya biaya produksi naik, tapi permintaan melemah. Implikasinya marjin keutungan akan menurun, krn mereka tak bisa sepenuhnya membebankan kenaikan biaya pada konsumen,” demikian anlisisnya, kemarin.
Dalam jangka menengah panjang, lanjut dia, resesi akan membuat permintaan energi akan menurun. Harga energi di satu sisi bisa menurun. Implikasiya boom komoditas SDA yang dinikmati Indonesia akan berakhir, ekspor kita akan melambat.
“Artinya perlambatan ekonomi Indonesia akan terjadi dlm jangka panjang akibat dua hal: pengetatan fiskal dan moneter dan perlambatan ekspor. Seberapa besar?” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Penurunan ekspor akan sangat tergantung krisis di Ukraina ini, kata dia. Bila krisis di Ukraina berlanjut, pasokan energi terganggu, maka harga batu bara dan kelapa sawit masih akan tetap tinggi. Ekspor Indonesia masih tinggi.
“Net effect antara perlambatan permintaan energi akibat resesi dan kenaikan harga energi akibat perang Russia yg akan menentukan seberapa besar ekspor kita akan terdampak.”
Oleh karena itu, menurut dia salah satu concern ekonomi global saat ini adalah mengenai tekanan inflasi. Untuk mengantisipasi inflasi di US, the Fed mengambil langkah menaikkan tingkat bunga secara agresif.
Kenaikan bunga ini akan berdampak kepada perlambatan ekonomi di US. Itu sebabnya orang berbicara mengenai resiko resesi di US. Resesi di US dapat memiliki dampak ke negara lain melalui perlambatan ekspor ke US. Dan implikasinya bisa terjadi resesi global.
(Rob/PARADE.ID)