Jakarta (parade.id)- Ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat Kiai Cholil Nafis mengucapkan rasa syukur atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan nikah beda agama.
“Walhamdulillah. Saya ikut kontribusi sbg saksi ahli di MK utk mempertahankan membela kebenaran bahwa nikah beda agama itu tdk sah. Ingat ya nikah beda agama tdk sah,” demikian katanya, Selasa (31/1/2023), lewat akun Twitter-nya.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terkait nikah beda agama dalam sidang pada Selasa (31/1/2023). MK tetap pendirian pada landasannya soal nikah beda agama seperti diatur di UU Perkawinan.
Dalam kesimpulannya, MK menyatakan pokok permohonan soal nikah beda agama tidak beralasan menurut hukum untuk semuanya.
“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk semuanya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut.
Dalam pertimbangannya, hakim MK Wahiduddin Adams menyampaikan, MK tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi terkait persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan, sehingga tidak terdapat urgensi bagi MK untuk beralih dari pendirian MK terkait hal ini sesuai putusan-putusan sebelumnya.
“MK tetap pada sikapnya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta setiap perkawinan harus dicatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Wahiduddin, dikutip republika.
Wahiduddin menegaskan, pertimbangan ini diambil setelah MK menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi, dan mencermati fakta persidangan.
“Dengan demikian, dalil pemohon berkenan dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 tidak beralasan menurut hukum,” ujar Wahiduddin.
Sebab itu, Wahiduddin menyatakan permohonan pemohon mengenai norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 ternyata tidak bertentangan di antaranya dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.
“Ini sebagaimana dijamin oleh Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28E ayat 1 dan ayat 2, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28I ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28B ayat 1 Pasal serta 28D Ayat 1 UUD 1945,” kata Wahiduddin.
Tercatat, gugatan nikah beda agama pernah diadili di MK pada 2014 dengan pemohon sejumlah mahasiswa di mana hasilnya MK menolak permohonan tersebut. Adapun rayuan yang kali ini dimohonkan Ramos Petege. Ramos merupakan pemeluk agama Katolik yang tak bisa menikahi perempuan beragama Islam.
(Rob/parade.id)