Jakarta (parade.id)- Solidaritas Pergerakan Mahasiswa Indonesia (SOPREMASI) menggelar konferensi pers (konfres) terkait “Peran Mahasiswa dalam Menyikapi BBM Bersubsidi dengan Skema Bantuan Langsung Tunai (BLT)”, Kamis (15/9/2022), di salah satu hotel Jakarta.
Dalam konferensi pers itu, SOPREMASI menuntut tiga hal, di antaranya: mendesak pemerintah agar membentuk suatu tim pengawas penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) agar tidak ada lagi praktik korupsi seperti anggaran Covid-19.
Dari skema penyaluran BLT ini, menurut Penanggung Jawab SOPREMASI Gawi Yaurwarin, sebagai mahasiswa yang selalu mengontrol setiap kebijakan Pemerintah, dengan melihat beberapa kebijakan yang telah berlalu dengan contoh bantuan anggaran Covid-19, yang dimana kebijakan ini tidak dikelola dengan baik sehingga terjadinya praktik korupsi oleh oknum pemerintah.
“Selaku mahasiswa, kami menilai adanya praktik korupsi ini dikarenakan kurangnya pengawasan yang begitu ketat oleh pemerintah. Sehingga bantuan tersebut tidak tepat sasaran,” kata dia, kepada parade.id.
“Maka, dengan itu kami menganjurkan kepada pemerintah agar melalui kebijakan BBM bersubsidi dengan sekam bantuan langsung tunai (BLT) agar terhindar dari oknum-oknum yang berpotensi menyalahgunakan kekuasannya untuk kepentingan pribadi—pemerintah seharusnya melakukan fungsi pengawasan yang begitu dan masif terutama dalam penyaluran bantuan langsung tunai di lapangan, sehingga kebijakan ini tepat pada sasaran,” sambungnya.
Kedua, SOPREMASI menuntut agar dipastikan serta diawasi agar penggunaan bersudsidi tepat sasaran.
“Pemerintah dengan resmi pada tanggal 3 September 2022 mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi, dengan skema subsidi yaitu menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar 12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga, yang kurang mampu sebesar 150 ribu per bulan selama empat bulan terhitung mulai bulan September.”
Ketiga, menuntut agar engawasi dan menindak tegas penggunaan BBM oleh kendaraan mewah—pemerintah perlu memberikan sanksi tegas terhadap pelanggar penggunaan BBM bersubsidi jika benar-benar berpihak pada rakyat.
“Akan tetapi yang sangat disayangkan ada beberapa temuan penyalahgunaan pengisian BBM di beberapa SPBU, sering terjadi oknum pemilik kendaran BBM non subsidiI mengisi BBM bersubsidi. Contohnya temuan oknum pegawai bank BCA di Jawa Tengah, dengan pendapatan ekonomi menengah ke atas yang seharusnya mengisi BBM jenis pertamax tetapi kedapatan mengisi BBM dengan jenis pertalite,” ungkapnya.
“Ini terjadi di SPBU. Kenapa hal seperti ini bisa terjadi lagi-lagi kurangnya pengawasan dan belum adanya sanksi yang tegas oleh pemerintah kepada oknum-oknum seperti ini,” lanjutnya.
Selain itu ketika pemerintah mengumumkan kenaikan BBM pertalaite dari harga awal Rp7.500 menjadi Rp10.000 perliter, kemudian harga pertamax dari Rp12.500 menjadi 14.500 per liter untuk wilayah pulau Jawa dan harga BBM yang lainnya pun ikut naik.
“Kebijakan ini menuai penolakan dari berbagai lapisan masyarakat dan terutama masyarakat pekerja, unjuk rasa tentang penolakan kenaikan harga BBM ini pun terjadi dari berbagai daerah. Namun praktik kenaikan harga BBM dijalankan oleh SPBU di seluruh Indonesia.”
Diketahui, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan dengan gaji maksimal Rp3,5 juta dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar 600 ribu.
(Irf/parade.id)