Minggu, Mei 18, 2025
  • Info Iklan
Parade.id
  • Login
No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum
  • Pertahanan
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Opini
  • Profil
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Internasional
    • Pariwisata
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Sosial dan Budaya
Parade.id
Home Nasional Hukum

KSPI Sebut Penjelasan Pemerintah dan DPR di Uji Materil UU Ciptaker Mengada-ada

redaksi by redaksi
2021-06-19
in Hukum, Nasional, Politik, Sosial dan Budaya
0
Massa Buruh Kembali Aksi terkait UU Omnibus Law

Foto: logo Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)

0
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta (PARADE.ID)- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyebut penjelasan pemerintah dan DPR di uji materi UU Ciptaker mengada-ada. Said bahkan menyebut keduanya membuang badan dari pertanggung jawaban kepada buruh dan rakyat Indonesia.

“Dari Sidang uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU CK) yang digelar Mahkamah Konstitusi pada kamis 17 juni 2021 yang lalu, publik menjadi semakin yakin bahwa UU CK cacat formil,” kata dia, Sabtu (19/6/2021), melalui keterangan persnya.

Related posts

Netty Aher Angkat Suara soal Meningkatnya Kasus Diabetes pada Anak

Evaluasi Seluruh Sistem Pengawasan Internal di RSHS

2025-04-12
ODGJ Meresahkan Masyarakat Diamankan Polsek Terbanggi Besar

ODGJ Meresahkan Masyarakat Diamankan Polsek Terbanggi Besar

2025-04-12

“Berbagai isu yang dipersoalkan oleh KSPI melalui Pemohon Perkara Riden Hatam Azis dkk,  anggota KSPI, Nomor 6/PUU-XIX/2021 tidak mampu dijawab oleh DPR dan Pemerintah,” sambungnya.

Lebih lanjut Iqbal mengatakan bahwa semua dalil, argumentasi, dan bukti-bukti yang diajukan oleh Anggota KSPI yaitu Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 oleh Riden, tidak satu pun yang dibantah oleh DPR dan Pemerintah di dalam persidangan.

“Antara isi gugatan yang diajukan pemohon dengan penjelasan pemerintah dan DPR RI ‘tidak nyambung’.”

Dengan tidak adanya bantahan dari DPR dan Pemerintah maka secara ‘a contrario’ dapat dimaknai bahwa Pembentuk Undang-Undang, yaitu pemerintah dan DPR, mengakui UU CK cacat formil karena dibentuk dengan tata cara dan prosedur yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).

“Oleh karena itu, KSPI meminta hakim MK untuk menolak penjelasan dan jawaban pemerintah dan DPR tersebut, serta meminta hakim MK untuk mengabulkan seluruhnya gugatan pemohon yaitu membatalkan keseluruhan isi pasal-pasal UU CIPTA KERJA NO 11/2020 tersebut karena cacat formil dalam perencanaan dan proses pembuatannya.”

Iqbal menambahkan, merujuk Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011, apabila satu undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang lain, maka hal itu berarti bertentangan dengan kepastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan oleh karenanya harus pula dinyatakan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Alasannya adalah, lanjutnya, pertama, melalui Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 KSPI atas nama Riden dkk, pada pokoknya mendalilkan bahwa penetapan RUU CK dalam Prolegnas 2020 tidak sah karena tidak memenuhi satu pun syarat dari 10 persyaratan pembentukan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU PPP dan Peraturan DPR mengenai Prolegnas yang kemudian diubah dengan Peraturan DPR mengenai Pembentukan UU.

Untuk membuktikan dalil tersebut Anggota KSPI yang menjadi Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 dalam Permohonannya menguraikan bahwa UU CK tidak pernah diperintahkan pembentukannya oleh UUD 1945, TAP MPR, ataupun UU yang lain.

Pembentukan UU CK juga tidak didasari oleh adanya rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR.

“Jangankan menjadi rencana strategis, DPR bahkan baru mengetahui rencana pembentukan UU CK setelah datang usulan dari Presiden.”

UU CK juga dinilai Iqbal tidak termasuk dalam RUU Prolegnas periode keanggotaan DPR sebelumnya dan bukan pula dibentuk berdasarkan hasil pemantauan dan peninjauan UU yang dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah.

“Apabila didasari oleh Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) juga tidak beralasan menurut hukum.”

Sebab, visi yang ingin dicapai oleh UU CK menyimpang dari visi yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SPPN dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.

“Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai UU CK adalah “Visi Indonesia 2045” atau “cita-cita Indonesia maju 2045”, sedangkan visi pembangunan nasional yang ditetapkan dalam UU SPPN dan UU RPJPN periode waktunya terbatas sampai dengan tahun 2025.”

Oleh sebab itu, menurut dia, dengan sendirinya RPJMN pun tidak dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan UU CK sebab RPJMN tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam UU SPPN dan UU RPJMN. Lebih dari itu, jangkauan RPJMN juga dibatasi paling lama hanya lima tahun, yaitu sampai tahun 2024.

Pembentukan UU CK juga dinilai tidak beralasan hukum jika didasari karena alasan adanya aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. Sebab faktanya sejak tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan tahap pengundangan, UU CK justru mendapat penolakan keras dari ratusan juta rakyat Indonesia sebagaimana disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintahan di daerah.

Dari seluruh dalil, argumentasi, dan bukti-bukti yang disampaikan oleh KSPI melalui Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 diatas, tidak satu pun yang dibantah oleh DPR dan Pemerintah.

Kedua, penetapan RUU CK dalam Prolegnas 2020 menurut KSPI melalui Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 juga cacat formil sebab merujuk ketentuan Pasal 19 UU PPP sebelum sebuah RUU ditetapkan dalam Prolegnas, Naskah Akademik dari RUU bersangkutan semestinya sudah diterima DPR.

“Faktanya, RUU CK ditetapkan dalam Prolgenas 2020 pada Rapat Paripurna DPR tanggal 22 Januari 2020, sedangkan Naskah Akademik RUU CK baru diserahkan pemerintah kepada DPR pada 21 hari kemudian, yaitu tanggal 12 Februari 2020.”

Ketiga, KSPI menilai bahwa DPR dan Pemerintah juga tidak mampu membantah dalil Anggota KSPI, yaitu Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021, terkait pembentukan UU CK yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan sistematika baku penyusunan perundang-undangan yang ditetapkan dalam UU PPP. Misalnya saja soal prosedur pembuatan judul undang-undang.

Dalam BAB I huruf A Lampiran II UU PPP telah ditetapkan tata cara dan prosedur pemberian judul undang-undang yang berfungsi sebagai “undang-undang perubahan”. Adapun dalam BAB IV huruf E ditetapkan tata cara dan prosedur mengenai pemberian judul undang-undang yang berfungsi sebagai “undang-undang pencabutan”.

“Prinsip yang ditetapkan dalam ketentuan tersebut adalah judul undang-undang perubahan atau undang-undang pencabutan tidak boleh menggunakan nama lain atau menggunakan nama yang berbeda dari undang-undang yang diubah atau dicabut.”

Satu-satunya pengecualian hanyalah  dengan menambahkan frasa “perubahan atas” atau frasa “pencabutan atas” di awal judul undang-undang perubahan atau undang-undang pencabutan, jelasnya.

Faktanya, masih menurut dia, 78-79 undang-undang yang diubah oleh UU CK, semua judulnya diubah dan diganti dengan judul baru yaitu “Cipta Kerja”. Begitu juga dengan Undang-Undang Gangguan dan Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan yang dicabut dihilangkan judulnya dan diganti dengan judul baru baru “Cipta Kerja”.

Keempat, DPR dan Pemerintah juga tidak mampu menjawab dalil Anggota KSPI, yaitu Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 terkait tidak sesuainya penyusunan “Ketentuan Umum” dan “Ketentuan Pidana” dalam UU CK dengan tata cara dan prosedur yang ditetapkan dalam UU PPP.

Merujuk teknik penyusunan peraturan perundang-undangan menurut ketentuan BAB I huruf C.1 butir 96 Lampiran II UU PPP, Ketentuan Umum dalam sebuah undang-undang hanya boleh dimuat dalam satu bab yang dimuat dalam BAB I.

Faktanya, dalam UU CK terdapat banyak sekali materi Ketentuan Umum yang disusun atau diletakan secara terserak atau terpencar di sejumlah bab.

Demikian pula dengan penyusunan bab mengenai Ketentuan Pidana dalam UU CK yang juga disusun atau diletakan secara terserak atau terpencar di sejumlah bab.

Padahal, dalam ketentuan BAB I huruf C.3 butir 115 Lampiran II UU PPP telah dinyatakan sebuah undang-undang tidak dibenarkan memuat Ketentuan Pidana secara terserak atau terpencar melainkan harus dihimpun dalam satu bab tersediri dengan tata letak yang tidak boleh ditempatkan sebelum materi pokok atau setelah bab mengenai ketentuan peralihan.

Kuasa hukum pemohon, yaitu Nasef menambahkan bahwa masih banyak lagi dalil, argumentasi, dan bukti-bukti lain yang diajukan oleh riden hatam azis, anggota KSPI melalui Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 yang kesemunya tidak mampu dibantah oleh DPR dan Pemerintah pada persidangan tadi.

Oleh sebab itu, Nasef selaku kuasa hukum pemohon atas nama riden hatam azis dkk sebagsi anggota KSPI memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menolak seluruh Keterangan DPR dan Keterangan yang disampaikan oleh Pemerintah terutama yang terkait dengan gugatan KSPI melalui Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021.

Ssid iqbal menyampaikan bahwa sikap KSPI adalah sama dengan sikap Riden dkk anggota KSPI dan sikap nasef selaku kuasa hukum pemohon, yaitu meminta yang mulia hakim MK untuk menolak keterangan pemerintah dan dpr ri yg disampaikan dalam sidang uji formil uu cipta kerja di MK pada 17 juni 2021 yang lalu.

“KSPI juga menolak permintaan pemerintah yang diwakili oleh menko perekonomian yang meminta MK menolak semua gugatan pemohon, jelas ini sikap arogan pemerintah, pungkas Said.

(Ver/PARADE.ID)

Tags: #Ekonomi#KSPI#MK#Nasional#Sosial#UUCiptakerpolitik
Previous Post

Wacana Jokowi Tiga Periode Inkonstitusional

Next Post

Menko Perekonomian Airlangga Dialog dengan Para Alumni Program Kartu Prakerja

Next Post
Menko Perekonomian Airlangga Dialog dengan Para Alumni Program Kartu Prakerja

Menko Perekonomian Airlangga Dialog dengan Para Alumni Program Kartu Prakerja

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Netty Aher Angkat Suara soal Meningkatnya Kasus Diabetes pada Anak

Evaluasi Seluruh Sistem Pengawasan Internal di RSHS

2025-04-12
ODGJ Meresahkan Masyarakat Diamankan Polsek Terbanggi Besar

ODGJ Meresahkan Masyarakat Diamankan Polsek Terbanggi Besar

2025-04-12
Hati Nurani JPU yang Tuntut HRS Enam Tahun Penjara Dipertanyakan

Evakuasi Warga Gaza Memuluskan Pembersihan Etnis

2025-04-11

Rutan Makassar Dinilai Rawan Bisnis Kejahatan karena Minim CCTV

2025-04-11
Ketua KPIPA: Gaza Butuh Bantuan Militer Indonesia’s Hentikan Genosida

Ketua KPIPA: Gaza Butuh Bantuan Militer Indonesia’s Hentikan Genosida

2025-04-11
Ketua PP Bicara soal Kepemimpinan Muhammadiyah Masa Depan

MUI Mempertanyakan Sikap Presiden Prabowo yang Berencana Mengevakuasi Warga Gaza

2025-04-10

Twitter

Facebook

Instagram

@paradeid

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Berita Populer

  • Netty Aher Angkat Suara soal Meningkatnya Kasus Diabetes pada Anak

    Evaluasi Seluruh Sistem Pengawasan Internal di RSHS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia Negara Muslim Terbesar di Dunia Harus Jadi Garda Terdepan Memerangi Islamofobia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Tempat yang Wajib Dikunjungi di Ciwidey Bandung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Evakuasi Warga Gaza Memuluskan Pembersihan Etnis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wahdah Islamiyah Audiensi dengan Kementerian ATR/BPN

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tagar

#Anies #ASPEKIndonesia #Buruh #China #Cianjur #Covid19 #Covid_19 #Demokrat #Ekonomi #Hukum #Indonesia #Internasional #Jakarta #Jokowi #Keamanan #Kesehatan #Kolom #KPK #KSPI #Muhammadiyah #MUI #Nasional #Olahraga #Opini #Palestina #Pariwisata #PartaiBuruh #PDIP #Pendidikan #Pertahanan #Pilkada #PKS #Polri #Prabowo #Presiden #Rusia #RUUHIP #Siber #Sosbud #Sosial #Teknologi #TNI #Vaksin dpr politik

Arsip Berita

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Kontak
Email: redaksi@parade.id

© 2020 parade.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum
  • Pertahanan
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Opini
  • Profil
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Internasional
    • Pariwisata
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Sosial dan Budaya

© 2020 parade.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In