Jakarta (PARADE.ID)- Tujuan fundamental pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) adalah mereduksi angka kemiskinan yang selama ini melekat pada masyarakat desa (Mulyono, 2014).
Namun sejak pelaksanaannya hingga saat ini, tujuan tersebut belum tercapai maksimal, salah satunya dikarenakan masalah mendasar, yakni kurangnya kapasitas aparatur Desa sebagai pihak yang memegang kewenangan pengelolaan dan eksekutor kebijakan di tingkat desa.
Dalam rilis terbaru BPS, jumlah penduduk miskin di pedesaan meningkat dari 12,82 persen pada Maret 2020 ke 13,20 persen pada September 2020, berbanding di wilayah perkotaan yang hanya 7,38 persen ke 7,88 persen di periode yang sama. Ini menandakan bahwa kinerja pemerintah desa belum signifikan mendorong kesejahteraan meski dengan ketersediaan dana desa yang melimpah.
Menurut Aminah dan Sutanto (2018), minimnya kapasitas aparatur Desa terlihat dari lemahnya kemampuan dalam menyusun rencana dan pertanggungjawaban APBDesa. Meski disediakan platform penunjang seperti program dan aplikasi yang memudahkan kinerja mereka, masalah lainnya justru muncul, yaitu ketidakmampuan menjalankan berbagai platform tersebut.
Platform-platform yang ada terus dikembangkan, diiringi dengan pelatihan peningkatan kapasitas aparatur Desa. Namun faktanya, jumlah platform yang banyak justru tidak praktis.
Di sisi lain, Desa harus menghabiskan dana dan waktu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan platform yang umumnya bersifat teknis-administratif. Konsekuensinya, hal yang lebih penting seperti perumusan kebijakan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat dan potensi desa menjadi terbengkalai.
Karena itulah kita sudah harus memikirkan strategi baru dengan penggunaan teknologi tepat guna yang efektif, efisien, serta sesuai dengan karakteristik dan lanskap wilayah sasaran.
Terlebih kita sudah masuk pada era digitalisasi dengan pemanfaatan teknologi maju seperti Kecerdasan Buatan atau AI (Vinuesa dkk, 2020).
Peluang pemanfaatan AI yang berorientasi pada kemudahan operasionalisasi, bisa menjadi solusi. Sehingga aparatur Desa tidak perlu mengikuti pelatihan yang banyak, sesuai jumlah platform yang ada.
Desa di Era Digitalisasi
Pesatnya perkembangan era digitalisasi telah melahirkan banyak inovasi mutakhir seperti Internet of Things (IoT), big data, cloud computing, hingga artificial intelligence (AI) yang dimanfaatkan di berbagai sektor kehidupan manusia (Rabah, 2018). Konsep smart governance dan smart city adalah contoh dari penerapan AI di pemerintahan dan sektor publik. Selain itu, di Indonesia sudah banyak anak bangsa yang siap berkolaborasi memanfaatkan AI di sektor ini.
Berkaitan dengan pengembangan sumber daya aparatur Desa dan pemberdayaan masyarakat, mestinya prinsip dasar dari keberadaan platform yang ada saat ini sudah diorientasikan untuk adaptif pada pemanfaatan AI, minimal pada level sederhana, seperti virtual assistant yang mendampingi pekerjaan aparatur desa baik secara teks melalui chatbot maupun voice conversation seperti Siri di IOS atau Google Assistant di Android.
Untuk menuju ke sana, maka kita perlu mengevaluasi strategi dan platform yang sudah ada. Hasil evaluasi nantinya akan melahirkan perencanaan yang spesifik dan kompatibel, salah satunya berupa rekomendasi pemutakhiran sistem dan aplikasi kepada vendor dan pemerintah, dengan mengusung prinsip inovasi, efisiensi dan efektifitas.
Sebagai contoh, banyaknya aplikasi android yang mesti diinstal oleh aparatur dan pendamping Desa, seharusnya disimplifikasi dalam bentuk platform super apps, sehingga mereka hanya perlu menginstal satu aplikasi saja untuk mengakses semua fungsi yang sudah ada, terlebih dalam ekosistem smartphone saat ini, platform super apps dianggap lebih efektif dan efisien (Nayebi & Ruhe, 2017).
Simplifikasi dan pemutakhiran sistem aplikasi ditujukan untuk memudahkan integrasi teknologi berbasis AI ke dalam platform. Saat ini, teknologi berbasis AI yang memungkinkan dan relevan dengan kebutuhan pengembangan SDM dan pemberdayaan masyarakat desa adalah AI virtual assistant. Fungsinya adalah sebagai pendamping secara real time untuk pekerjaan yang bersifat teknis, administratif, serta menunjang perumusan program desa. Ini dimungkinkan karena algoritma AI dirancang otomatis menyesuaikan dengan level pengetahuan, lanskap sosial-ekonomi dan potensi spesifik desa tersebut.
Sebagai gambaran, jika pengguna (user) merasa bingung menggunakan suatu fitur di dalam platform yang ada, ia bisa memberikan pertanyaan tentang apa yang seharusnya dilakukan. Sistem AI virtual assistant akan merespon dengan memberikan petunjuk dan opsi-opsi yang relevan dengan kebutuhan pengguna tersebut. Secara langsung, melalui mekanisme ini pengguna akan dimudahkan sekaligus di-edukasi.
Dalam jangka panjang, teknologi ini akan menjadi pondasi bagi berbagai jenis teknologi berbasis AI lainnya di desa, baik itu sektor ekonomi, iklim, pertanian, perikanan, pariwisata dan lain sebagainya. Sembari memastikan penerapannya tidak tersentralisasi pada algoritma AI saja, di mana peran sumber daya manusia masih yang utama, maka nilai lokalitas dan sosial masyarakat akan terus terpelihara, tentu saja di samping terwujudnya kesejahteraan bagi desa itu sendiri.
Menyambut Bonus Demografi
Tantangan pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat desa di era saat ini adalah tingkat melek teknologi. Jika strategi dan platform peningkatan kapasitas tidak efektif maka tujuan digitalisasi sektor pemerintahan tingkat desa tidak akan terlaksana, dengan demikian pembangunan di desa pun relatif akan terhambat.
Karenanya, pemerintah di tingkat pusat perlu menyediakan strategi yang tepat untuk mendorong partisipasi masyarakat agar sejalan dengan tujuan peningkatan kapasitas. Salah satunya dengan penyediaan aplikasi dan sistem digital yang efektif serta efisien. Kemudahan operasionalisasi mesti diprioritaskan, maka diperlukan simplifikasi terhadap sistem dan aplikasi yang sudah ada disertai pemanfaatan teknologi AI melalui virtual assistant.
Pemanfaatan teknologi AI akan menjadi terobosan luarbiasa di sektor pemerintahan di Indonesia. Selain sebagai implementasi kebijakan digitalisasi nasional, ini akan menjadi gambaran masa depan sumber daya manusia di desa yang telah beradaptasi dengan teknologi mutakhir (Nurjaya dkk, 2021).
Hal ini akan bermuara pada perkembangan signifikan di sektor pembangunan sekaligus sebagai wujud optimisme masyarakat desa dengan terwujudnya tujuan SDGs 2030 dan bonus demografi 2030-2040.
*Pemerhati Sosial dan Politik, Taupan Iksan Tuarita