Jakarta (parade.id)- Ketum Konfederasi KASBI Sunarno menyatakan bahwa terbitnya TAPERA tidak demokratis, karena tidak melalui musyawarah antar pihak (partisipasi rakyat).
“Bahwa Penolakan buruh soal potongan gaji untuk program TAPERA bukan sekedar kekhawatiran soal keamanan dana untuk investasi, tapi juga terkait proses pengambilan keputusan yang tidak melalui musyawarah antar pihak (partisipasi rakyat) dan juga bahkan tidak transparan, artinya kebijakan ini dibuat tidak demokratis,” demikian keterangan tertulis Sunar kepada parade.id, Senin (10/6/2024).
Sunar mengkritisi pernyataan Ombudsman yang mendukung program TAPERA, yang seolah-olah menjamin keamanan dana TAPERA untuk investasi. Menurut Sunar, pernyataan itu tidak bisa dipertangungjawabkan.
Seharusnya, menurut Sunar, Ombudsman sebagai lembaga independen yang mengontrol pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan publik bukan bersikap sekedar mendukung agenda TAPERA, yang jelas-jelas saat ini menurutnya banyak dilakukan penolakan, kritik, oleh rakyat dan menjadi polemik.
“Kasus-kasus seperti TASPEN, ASABRI, JIWASRAYA, dan BPJSTK harusnya menjadi pengingat kepada Ombudsman bukan karena sekadar investasinya namun pengelolaan iuran (uang) dalam badan-badan penyelenggara seperti diatas hanya sebagai tempat penitipan uang yang akan dinikmati oleh oligarki dan rezim,” kata Sunar.
Selanjutnya Pendapat Ombudsman mengenai iuran tapera yang semestinya ditanggung 3 persen oleh pekerja adalah bentuk penghianatan terhadap rakyat. KASBI anggap bahwa posisi Ombudsman hari ini adalah sebagai alat kekuasaan untuk memuluskan agenda-agenda neoliberalisme rezim Jokowi.
“Kami dari Konfederasi KASBI bersama aliansi GEBRAK menyatakan menolak keras TAPERA. Ke depan akan melakukan aksi serentak secara nasional pada tanggal 27 Juni 2024. Pemotongan gaji program TAPARA harus dibatalkan!” pungkas Sunar.
(Rob/parade.id)