Jakarta (PARADE.ID)- Senat Hukum universitas Jayabaya, Farid Sudrajat menolak penundaan Pemilu 2024. Penolakannya terhadap wacana penundaan Pemilu tersebut didasari kekhawatiran atas apa yang pernah disampaikan oleh pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa jika sampai terjadi penundaan tersebut maka akan terjadi kekosongan jabatan eksekutif.
Artinya, yang kemudian akan mengambil alih kekuasaan atas kekosongan itu adalah TNI-Polri.
“Keterpisahan institusional antara dua aparatur negara bersistem komando ini dapat memicu konflik besar jika tidak ada kekompakan dan kesejalanan antara keduanya,” paparnya, kepada media, Senin (4/4/2022).
Seperti, kata dia, adanya pihak-pihak, sebut saja pemuda dan mahasiswa yang turun ke jalan dan upaya lainnya, dapat memicu konflik, yang harus dialihkan ke upaya lain yang lebih efektif. Menurut dia justru dinamika pro-kontra harus dijaga agar tetap pada koridornya.
“Dinamika pro-kontra yang bergulir di tengah masyarakat mulai memanas. Banyak kemudian kelompok mahasiswa yang memilih untuk turun ke jalan demi menyampaikan penolakannya atas isu penundaan Pemilu,” terangnya.
“Bukan pula mengurangi intensitas perjuangan yang dilakukan, namun lebih kepada mengarahkan perjuangan itu agar tepat sasaran tanpa menyebabkan masalah baru lainnya,” sambungnya.
Dan jika perpanjangan dari dinamika pro-kontra masyarakat ini terus digulirkan maka kata dia akan berpotensi menyebabkan konflik horizontal di tengah masyarakat. Jika konflik ini terjadi maka, penundaan Pemilu pun menjadi dampaknya.
“Bak buah simalakama, perjuangan untuk menunda pemilu menjadi alasan penundaan Pemilu itu sendiri.”
Tidak sampai disitu saja, penundaan Pemilu hasil konflik akan memicu konflik baru yang lebih besar. Yakni seperti yang disampaikan tadi, bahwa ekosongan jabatan karena penundaan Pemilu akan membuka tragedi baru sepanjang sejarah Indonesia.
Masyarakat kemudian terpecah menjadi dua pihak dalam menanggapi isu ini. Satu pihak dengan legowo menerima usulan ini, dengan alasan kekhawatiran atas penyebaran pandemi.
“Sedangkan pihak lainnya menolak secara tegas dengan konstitusi sebagai argumentasinya.”
(Verry/PARADE.ID)