Jakarta (parade.id)- Serikat Tranportasi Daring Independen (STDI) menolak keras wacana atau rencana pemerintah yang akan menaikkan pajak semua kendaraan berbahan bakar fosil, termasuk sepeda motor.
Pasalnya, hal tersebut akan memberikan beban lebih besar kepada para pengemudi ojek daring dengan adanya kenaikkan biaya kepemilikannya, mengingat harga bahan bakar minyak (BBM) saja kerap kali naik.
“Kami tidak setuju atau menolak kalau pajak sepeda motor dinaikkan. Ini akan memberi beban yang sangat berat kepada para pengguna, khususnya ojek,” ucap Kepala Pendidikan dan Transportasi Independen STDI Bangun Nugroho, dalam keterangan tertulisnya kepada parade.id, Senin (22/1/2024).
Menurut Nugroho, pengedara motor konvensional sejauh ini masih menjadi alat transportasi yang optimal di tengah bobroknya transportasi di Indonesia. Kalau nantinya pajak motor naik, maka berpotensi berdampak pada jutaan pengemudi ojek online.
Padahal ia berharap pemerintah memberikan subsidi khusus kepada setiap pengemudi ojek online lewat pemotongan pajak kendaraan roda dua.
“Saya tahu program transisi energi yang digaungkan pemerintah ini supaya menekan emisi dan membuat ojek itu mulai memakai motor listrik padahal pratiknya menyumbang perubahan iklim adalah perusahan perusahan asing besar. Rakyat harus menanggungnya seperti ojol.”
“Jika pajak kendaraan naik maka makin sulit kehidupannya. Harusnya negara memberikan subsidi potongan pajak pada pengemudi ojek online. Saya harap kebijakan ini dihentikan atau dibatalkan karena rakyatlah yang akan semakin menderita jika dipaksakan aturannya soal pajak motor,” sambung Nugroho.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pemerintah berencana untuk menaikkan pajak sepeda motor konvensional atau berbasis bensin.
Menurut Luhut, rencana ini dilakukan demi mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik sebagai upaya menekan polusi udara.
“Kita juga tadi rapat, berpikir sedang menyiapkan menaikkan pajak untuk kendaraan sepeda motor non listrik,” kata dia, Kamis (18/1/2024).
Luhut belum merinci kapan ketentuan itu direalisasikan. Jenis pajak yang hendak direvisi pun belum dirincikan. Tetapi tujuannya, supaya pajak itu akan dialokasikan untuk subsidi transportasi publik seperti LRT maupun kereta api cepat. []