Tangerang Selatan (PARADE.ID)- Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia (Ketum PB STII) Fathurrahman Mahfudz mengatakan bahwa subsidi input seringkali tidak tepat sasaran, sebab tidak dinikmati oleh petani. Padahal, kata dia, anggaran untuk subsidi input itu sangat besar sekali.
“Menyarankan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, mengubah pola subsidi ke petani. Dari subsidi input menjadi subsidi output,” sampainya, saat berbincang dengan media sebelum pembukaan Rapat Kerja STII 2022 di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (11/12/2021).
Saran Fathurrahman itu beralasan. Sebab, dalam pengamatannya, subsidi input seringkali tidak tepat sasaran, sebab tidak dinikmati oleh petani. Padahal, kata dia, anggaran untuk subsidi input itu sangat besar sekali.
Perlu diketahui, bahwa subsidi input itu adalah subsidi yang dilakukan pemerintah kepada petani melalui pengadaan alat-alat pertanian, subsidi pupuk, benih dan lainnya. Sedangkan subsidi output berupa jaminan harga penjualan produk pertanian.
Menurut Fathurrahman, tidak semua subsidi input diperlukan oleh petani. Traktor misalnya, tidak semua lahan pertanian di Indonesia memerlukan alat tersebut karena lahan terasiring dengan jalan yang sempit. Sedangkan petani masih dapat mengerjakan lahannya dengan mencangkul.
“Itu tidak tepat guna. Jadi tolonglah dana itu digunakan melalui BUMN untuk mengambil hasil panen petani. Mereka akan senang kalau produk pertaniannya dibeli,” ungkapnya.
Fathurrahman mencontohkan, tanaman holtikultura seperti tomat. Petani tomat di Kalimantan Barat, kata dia, mengeluarkan Rp7000/kg untuk biaya produksinya. Namun harga jualnya hanya sekitar Rp2200/kg.
“Petani menjerit, bukan hanya tidak dapat apa-apa, mereka malah merugi,” kata dia.
Alat-alat pertanian, tambah Fathurrahman, dapat diusahakan oleh para petani. Apalagi petani Indonesia rata-rata dapat mengerjakan sendiri lahannya bersama keluarga. Mereka, kata dia, hanya butuh saat panen harganya dijamin.
Terkait raker PB STII, Fathurrahman menjelaskan, pihaknya akan melakukan konsolidasi kepengurusan. Targetnya dapat terbentuk kepengurusan di 34 provinsi di Indonesia dengan masing-masing provinsi terdapat lima kepengurusan di tingkat kabupaten/kota.
Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan petani, STII akan melakukan sejumlah rangkaian program inklusif, dengan membentuk korporasi atau koperasi untuk para petani.
“Petani akan sukses kalo membentuk korporasi. Bisa bentuk perusahaan atau koperasi. Nanti kita bentuk koperasi STII di sentra-sentra petani kita,” ungkapnya.
(Sur/PARADE.ID)