Jakarta (PARADE.ID)- Agus dapat rezeki nomplok, dia dapat undian tiket nonton Barcelona vs Madrid, hadiah dari sponsor. Berangkatlah Agus ke Barcelona sana bareng 2 pemenang lain, wussh. Tiket pesawat ditanggung, tiket nonton, hotel, uang saku.
Malamnya nonton Barcelona vs Madrid. Bahagia banget Agus. Mimpinya terkabul. Lihat Messi langsung.
Besok pagi2, dia punya jadwal kosong, sebelum nanti sore pulang ke Indonesia. Jadilah dia jalan2. Petugas hotel bilang, kalau mau lihat pantai, pergilah ke Barceloneta. Bisa jalan kaki. Agus mengangguk, mulai jalan kaki ke sono. Sambil lihat2 kota.
Sampai di Platja de la Barceloneta dia bingung, gue beli tiket masuknya di mana? Keliling dia jalan, ribuan orang memadati itu pantai, nggak nemu tiket masuk. Nanya sama bule, “Mister, beli tiket masuk pantai di mana?” Maklum, Agus itu kalau di Jakarta, masuk ke pantai bayar, mau ke toilet umum bayar, bahkan kentut pun bayar (karena kentutnya keciprit, jadi terpaksa harus ke toilet).
Bule itu nanya balik, “Kamu dari mana sih? Kok nanya tiket masuk?” Agus bilang, “Indonesia.” Bule itu tertawa, “Di sini gratis, bro. Masuk saja.” Agus bingung, “Gratis? Ini ulang tahun kota Barcelona?” Karena di negaranya, pantai gratis itu kalau lagi ultah saja. “No, gratis 24 jam, bebas.” Wah, Agus terkesima. Pantai sebagus ini, gratis.
Di kota2 maju, di negara2 maju, perhatikanlah, akses ke pantai itu dibuka. Mereka menjadikan sempadan pantai sebagai bagian kehidupan kota. Lucunya, di negeri ini, pantai dikavling, dibagi2kan ke perusahaan (mau swasta, BUMN, BUMD), sama saja. Lantas mereka mulai melotot ngusir pengunjung, atau mulai mengeluarkan tiket.
Kita itu sudah terlalu lama given, pasrah, alias nurut saja dengan situasi ini. Dan crazynya lagi, kadang pantai itu terbentuk dari hutang negara, dari APBD, APBN. Langsung maupun tidak langsung, bahkan dalam kasus itu 100% swasta, ingat, tetap ada fasilitas milik negara di sana. Hutangnya dibayar rakyat, masuk pantainya diusir (atau beli tiket).
Apakah pejabat2 itu pernah ke Australia? Eropa? Amerika? Pernah cuy. Mereka ini bahkan beberapa lulusan LN. Atau malah sering dinas ke sana. Bawa rombongan keluarga, dsbgnya. Lihat pantai orang gratis, pulang ke sini, otaknya tetap korslet. Tidak berubah.
Lihatlah foto ini. Inilah Platja de la Barceloneta, hanya 7 km jalan kaki dari Camp Nou, markas sepakbola klubnya Messi. Lihat fotonya, bedebah! Elu, pejabat2 pemda, pemkot, kementerian, jika elu pernah dinas ke LN, elu pernahlah foto2 selfie gaya di fasilitas publik yg gratis. Lantas kenapa elu nggak terilhami, pulang bawa konsepnya?
Biaya perawatan, biaya kebersihan, itu gampang sekali. Dari pajak. Kafe, restoran, hotel, dll itu dipajaki, uangnya buat itu semua. Di sini kebalik logikanya, kalau nggak bayar nanti kotor. Dasar bahlul, lantas tiket masuknya itu buat apa? Tetap jorok pantainya. Oala, untuk perawatan dan kebersihan siapa tuh?
Akan lahir generasi berikutnya yg paham sekali soal ini. Sepanjang kita mau mendidiknya. Kasih mereka tulisan yang menggugah. Kasih mereka pemahaman baru. Yg membuat mereka berpikir, Oh iya, betul juga ya. Oh iya, ini masuk akal. Karena akal sehat, rasionalitas itu urusan sederhana sekali. Dan silahkan merujuk peraturan, akses ke sempadan pantai 100meter itu adalah hak rakyat. Pantai itu anugerah Tuhan gratis. Sama seperti gunung, sungai, dll.
Lihatlah foto ini. Bayangkan jika Jakarta, kota2 lain di negeri ini punya beginian. Indah sekali toh? Kita merasa ada gunanya bayar pajak. Bukan malah, bayar pajak, hutang melangit, utk ke pantai saja bayar lagi. Ambyar.
Mari didik anak2 kita, biar mereka besok lusa tidak jadi pejabat tukang boong. Apalagi memanfaatkan hal2 beginian utk jadi pejabat, pas giliran jadi, dia boong lagi.
**agar diskusi ini bisa dua jalur, beberapa komentar kalian akan kami tanggapi. termasuk yg mau ngamuk, marah2, akan kami biarkan. satpam cipirili akan melonggarkan peraturan di postingan ini.
**Novelis, Tere Liye