Jakarta (parade.id)- Politisi Gelora Fahri Hamzah menyatakan bahwa uang pensiun itu tabungan hak rakyat, bukan hak negara. Skema negara diminta diperbaiki saja, jangan belok-belok tidak jelas.
“Keringat itu ada harganya, pengabdian itu ada harganya, semua tabungan untuk masa depan anak cucu masa pensiun, gak usah nyalahkan yg sdh kerja buat negara,” kata Fahri, membalas cuitan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Prastowo Yustinus, Jumat (26/8/2022).
“Dana pensiun itu tabungan..bayangkan kalau Bank menganggap simpanan kita sebagai beban mereka..apa gak kacau ini…,” kata dia lagi.
Adapun cuitan Prastowo yang dibalas oleh Fahri bunyi adalah:
“Bang @Fahrihamzah tidak membedakan Dana Pensiun yg skemanya fully funded dan skema pensiun PNS yang masih belum menerapkan skema itu. Justru skema pensiun PNS akan diarahkan menjadi dana pensiun seperti yg Anda maksud.”
Sebelumnya, Prastowo menjelaskan mengapa Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan beban APBN untuk bayar pensiun PNS. Dimana faktanya, kata dia, tahun 2022 ini alokasi APBN sebesar Rp136,4 triliun untuk bayar uang pensiun PNS.
Padahal selama ini PNS dipotong gaji untuk iuran pensiun. Pertama ia menjelaakan, bahwa saat ini pensiun PNS menggunakan UU 11/1969, yang mengatur program jaminan pensiun (JP) dan jaminan hari tua (JHT) untuk PNS. JP menggunakan skema ‘pay as you go’ yang dibayar pemerintah via APBN.
Mandat UU 11/1969 memang demikian, sampai terbentuknya dana pensiun. Pembayaran manfaat pensiun oleh APBN ini untuk pensiunan Pusat maupun Daerah, termasuk janda/duda dan anak-anak yang masih sekolah.
“Bisa dipahami ya kenapa tiap tahun alokasinya meningkat. Tapi bukannya ada potongan? begini penjelasannya,” ia mengawali penjelasannya, kemarin.
PNS, kata dia, dikenai potongan 8 persen per bulan. Rinciannya: 4,75 persen untuk program jaminan pensiun, 3,25 persen untuk program JHT.
Iuran 4,75 persen itu kata Prastowo diakumulasikan sebagai Akumulasi Iuran Pensiun (AIP), dan bukan dana pensiun. Iuran 3,25 persen dikelola PT Taspen dan diterimakan sekaligus saat PNS pensiun.
“Jadi jelas ya, kenapa pensiun jadi ‘beban APBN’? karena sampai saat ini manfaat pensiun PNS Pusat dan Daerah masih dibiayai pemerintah melalui APBN. Karenanya perlu dilakukan perubahan skema agar kewajiban tsb terkontrol. Skema fully funded yg diusulkan utk dapat diterapkan,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Usulan ini pun kata dia tidak dicerna substansinya, kadung dinyinyirin sepihak karena ada yang seolah merasa paling berhak, sudah mengiur. Lupa kalau itu manfaat yang dibayarkan sekaligus.
“Lha tiap bulan dapat uang pensiun kan? Mari bersyukur, tak perlu tersulut emosi. Justru dukung perbaikan.”
Maka, kata dia, Menkeu mengusulkan perubahan skema ke fully funded agar terjadi pemupukan dana pensiun yang lebih pasti membawa manfaat win win. Hal ini juga mendapat dukungan BPK.
“Kita ingin pemerintah yg mendukung rakyat, dan melalui APBN belanja yg tepat sasaran terus dilakukan.”
Ia menyinggung pihak yang hatinya berkobar-kobar, lalu tersulut menyudutkan Menkeu, dipersilakan olehnya.
“Silakan ide ini dikritik, diberi masukan, disempurnakan. Tentu koridornya utk perbaikan dan kebaikan semua, khususnya PNS dan pensiunan. Ini panggilan dan tugas mulia. Matur nuwun.”
Sebelumnya, Menkeu mengungkapkan bahwa skema pembayaran dana pensiun terhadap aparatur sipil negara (ASN) saat ini membebani negara. Karena itu, untuk mengurangi beban dia ingin agar skema pensiunan ini bisa diubah.
Reformasi di bidang pensiun saat ini pun kata dia menjadi sangat penting.
Sri Mulyani mengungkapkan saat ini skema pensiun masih menggunakan pay as you go. Ini artinya perhitungan skema merupakan dana pensiun dari hasil iuran PNS sebesar 4,75 persen dari gaji yang dihimpun PT Taspen ditambah dana dari APBN.
Dia menyebutkan TNI dan Polri juga menggunakan skma yang sama tapi tak dikelola Taspen melainkan PT ASABRI.
“Untuk ASN TNI Polri memang mengumpulkan dan di Taspen dan di Asabri tapi untuk pensiunnya mereka tidak pernah membayar, tapi yang bayar APBN,” kata Sri.
Sri Mulyani menambahkan kondisi ini jika dibiarkan akan menjadi risiko jangka panjang. Pasalnya dana pensiun ini dibayarkan terus-terusan hingga pegawai meninggal dan diteruskan ke pasangan dan anak hingga usia tertentu.
“Ini akan menimbulkan risiko yang sangat panjang. Apalagi kalau lihat jumlah pensiunan sangat meningkat,” ujarnya.
(Rob/parade.id)