Jakarta (parade.id)- Gelombang penolakan mengalir deras dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta III menyusul keputusan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mundur dari kursi DPR RI. Yang mengejutkan, penolakan ini bukan berasal dari elite politik, melainkan langsung dari akar rumput—masyarakat yang merasakan langsung kerja nyata wakil rakyat berusia muda ini.
Keputusan pengunduran diri yang dinilai mengabaikan amanah rakyat ini memicu reaksi spontan dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari tokoh pemuda, organisasi sipil, hingga ibu-ibu rumah tangga di wilayah pesisir Jakarta, semuanya kompak menyuarakan kekecewaan mendalam.
“Kami memilih beliau bukan hanya karena nama besarnya, tetapi karena komitmen dan kerja nyata yang sudah dirasakan langsung oleh masyarakat di daerah. Keputusan mundur ini sangat disayangkan,” tegas Ramadhan, salah satu tokoh pemuda dari Dapil Jakarta III dalam keterangan tertulisnya kepada media, Ahad (14/9/2025).
Sejak awal masa jabatannya, Rahayu Saraswati memang dikenal sebagai legislator yang tidak hanya duduk manis di gedung DPR. Ia aktif memperjuangkan isu-isu strategis seperti perlindungan perempuan dan anak, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta transparansi pengelolaan anggaran publik.
Sikap kritisnya terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat kecil menjadikannya sosok yang berani dan berintegritas tinggi.
Aisyah, seorang ibu rumah tangga dari daerah pesisir, menuturkan pengalamannya: “Bu Saras sering turun langsung ke lapangan, mendengar aspirasi, dan cepat merespons kebutuhan masyarakat. Sosok seperti ini sulit dicari penggantinya.”
Ia mengaku terbantu program bantuan UMKM yang difasilitasi Saraswati. “Bukan hanya memberikan bantuan, tapi beliau juga memastikan program berjalan dengan baik dan tepat sasaran.”
Warga menilai pengunduran diri ini sebagai langkah tergesa-gesa yang kemungkinan besar didorong oleh tekanan politik dari internal. Mereka kini menyerukan gerakan moral untuk menolak keputusan tersebut dan mengajak seluruh elemen masyarakat sipil bersatu menjaga keberadaan wakil rakyat yang berintegritas.
“Kami tidak butuh politisi yang hanya muncul saat kampanye. Kami butuh wakil rakyat yang terus hadir dan bekerja. Dan Bu Saras sudah membuktikannya,” tegas Rifqi, aktivis pemuda lokal yang ikut menggerakkan penolakan ini.
Masyarakat Dapil Jakarta III kini bergerak masif dengan harapan besar agar Rahayu Saraswati mempertimbangkan kembali keputusannya. Mereka menegaskan bahwa kursi legislatif bukanlah hak pribadi, melainkan amanah rakyat yang harus dijaga dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Warga berencana menyampaikan surat terbuka kepada Rahayu Saraswati dan partai pengusungnya. Tidak hanya itu, mereka juga menggalang dukungan melalui media sosial dengan harapan suara mereka dapat menggugah dan mendorong Rahayu untuk mempertimbangkan kembali keputusannya.
Gerakan spontan ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara wakil rakyat dan konstituennya ketika ada kerja nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Pertanyaan besar kini adalah: akankah suara dari akar rumput ini cukup kuat untuk mengubah keputusan politik di tingkat atas?*
