Jakarta (PARADE.ID)- Belum lama ini, buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Pekerja Indonesia (KSPSI) melakukan aksi unjuk rasa terkait penolakannya terhadap UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3). DPC FSP LEM SPSI Jakarta Utara yang termasuk di dalamnya (aksi) ikut mendukung kedua isu di atas.
Ketua DPC FSP LEM SPSI Jakarta Utara, Sutono mengatakan, bahwa secara organisasi memang harus menginduk ke atas menyoal dua isu kemarin. Walaupun, kata dia, itu sangat tergantung.
Lantas, bagaimana detil tanggapan Sutono atas aksi lalu di DPR, Jakarta? Parade.id mendapat kesempatan untuk bicara lebih jauh kepadanya.
Berikut wawancara eksklusif parade.id, Jumat (25/3/2022), di DPC LEM SPSI Jakarta Utara, Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara:
Bagaimana Anda melihat aksi kemarin?
Tanggapan kami atas (komentar) aksi di DPR RI, secara organisasi kita memang harus menginduk ke atas menyoal dua isu kemarin. Sebab, rasanya tidak layaklah kalau atasnya bilang begitu, kitanya bilang begini. Walaupun itu sangat tergantung.
Maksudnya?
Ya, walaupun itu sangat tergantung, tapi di LEM memang UU Nomor 11 ini memang merugikan bagi pekerja, apalagi UU Nomor 13 saja belum kita rasakan manfaat dan nikmatnya seberapa, belum. Sekarang malah diganti dengan UU Nomor 11 yang kalau kita lihat isinya tidak ada yang (kalau boleh dibilang) menguntungkan pekerja. Sehingga regulasi seperti ini, wajarlah kami, LEM khususnya memberikan penolakan hingga saat ini.
Soal Ketum Jumhur yang menyinggung dialog, bagaimana?
Dalam dialog nanti kami memilki harapan atas dua isu yang kemarin (jika nanti terjadi dialog dengan DPR RI). Sebuah harapan yang terus kita gaungkan. Kalau soal hasil, ya, wallahu’alam. Tapi kita kan sebagai serikat pekerja, mewakili pekerja, ya, tentu jangan ada sedikit pun hal-hal yang memang “merugikan” terhadap pekerja.
Mengapa disebut merugikan?
Sebab yang sudah diberikan dahulu, di UU Nomor 13 tidak begitu, sekarang di UU Nomor 11 begini. Itulah yang dimaksud kenapa kita kemudian menolak itu. Menurut kami itu merugikan.
Kalau tuntutan dalam dialog itu sepenuhnya tidak dikabulkan atau ada win win solution?
Ya, boleh. Gak masalah, karena pengusaha kan juga wajib hidup. Kita juga wajib hidup, begitu. Jangan saling tindas. Di situ intinya. Jadi pengusaha, ya, boleh hidup. Kita juga harus hidup. Jangan justru kita digiring untuk memahami kondisi pengusaha tetapi pengusaha tidak digiring untuk memahami kondisi pekerja dan para serikat pekerja ini melihat tidak win win solution namanya. Jadi arahnya ke situ. Jadi silahkan saja jika mau ada nego, dimana selama nego itu tidak merugikan.
Apabila tidak ada harapan jika dari win win solution?
Ya, minimal kembali kepada UU yang lama. Kalau tidak ada win win solution maka akan ada pergerakan (aksi unjuk rasa) lagi. Itu kan namanya sudah jadi aksiomatika buruh. Kalau tidak dipenuhi mesti begitu.
Itu yang akan dilakukan?
Sekarang apa yang bisa dilakukan oleh buruh apa, sih? Cuma itu, kan (aksi). Walaupun itu kan bukan satu-satunya cara. Kita para pemangku kewenangan juga juga harus melihat kondisi-kondisi ril yang ada seperti ini. Jangan juga terus-terusan begitu, ya.
Berarti aksi sendiri tidak diharapkan?
Ya, kita juga sebetulnya tidak mengharapkan aksi terus-terusan. Kita tidak mengharapkan. Ingin ada solusi lain. Makanya harapannya tadi, kalau mau buat UU, diskusinya lebih diintenskan di awal. Jangan sudah diundangkan, baru diributkan.
Ada info kapan dipanggil oleh DPR soal dialog tadi?
Kalau itu kami tidak dapat info. Kalau instruksi, ya, hanya di lapangan saja. Tapi kalau jadwal dialog dan setelah dialog mungkin saja dapat (nanti). Itu mungkin juga terlalu jauh kali, ya, karena mungkin akan lewat DPD dulu.
Tapi biasanya kalau nanti terwujud dialog, akan dimintai pemikiran, saran, usulan (kemungkinan). Tapi secara konten, gak juga sih, karena tergantung mereka. Kalau dialog dengan DPR itu, paling menyampaikan keluh kesah.
Dan mungkin pun kalau minta secara konfederasi, paling mereka baru memberikan hal itu.
Dari kawan-kawan ada gak sih bacaan dari apa yang disampaikan oleh Dasco, yang menyinggung tidak bersatu?
Ya, itu realita.
Berapa berangkatkan anggota di aksi kemarin?
Aksi kemarin yang kita berangkatkan 50 orang, karena tidak meminta banyak. Itu karena konfederasi kita hadir itu.
Berapa jumlah anggota di sini?
Anggota kami di sini ada secara keanggotan 25.000-30.000, karena perusahaan yang gabung di sini besar-besar.
Soal KSPSI AGN, apa tanggapan Anda?
Itu sudah dapurnya orang lain. Biarin. Kalau kita kan Pak Jumhur. Secara pribadi saja , saya kalau sama Pak Jumhur belum begitu kenal. Belum tahu latar belakang atau pribadinya beliau.
Jadi, biasa saja, tidak ada tanggapan. Namanya sesama serikat. Dan harusnya kan sesama serikat itu tidak ada perbedaan. Tujuannya apa, sih? Kan tujuannya untuk mensejahterkan anggotanya. Hanya saja mungkin tekniknya saja yang berbeda. Apalagi kita sudah menganut kebebasan berserikat, ya, mau diapain lagi. Jangankan di level nasional, di level perusahaan saja ada satu, dua, tiga serikat pekerja. Ya, monggo-monggo saja.