“Mulai dari penanganan hukumnya yang bertele-tele, tidak berpihak pada korban, sampai prosesnya yang bikin korban kekerasan seksual mengalami trauma. Menurut saya, ini mungkin karena aturan hukumnya yang ada saat ini belum cukup,” kata Sahroni kepada wartawan, Jumat (4/7) malam.
Sahroni mengaku belakangan ini sedang mendampingi proses hukum seorang anak perempuan yang dicabuli oleh ayah kandungnya. Menurutnya, kasus serupa banyak terjadi dan mandek.
Politikus Partai Nasdem itu berpendapat memang harus ada payung hukum baru yang bisa menjamin hak korban. Sahroni mengatakan bahwa RUU PKS paling tepat menangani perihal ini.
“Saya melihat kasus seperti ini banyak sekali, makanya kita membutuhkan RUU PKS,” ujarnya.
Sahroni juga mengatakan bahwa Fraksi Partai Nasdem sebagai pengusul awal mendesak pengesahan RUU PKS. Mereka hendak melobi fraksi lain untuk mengetok RUU tersebut tahun ini.
“Sikap kami di fraksi juga jelas ya. Sahkan RUU PKS tahun ini. Jangan ditunda-tunda lagi. Kita harus memberikan perlindungan hukum yang maksimal pada mereka,” kata Sahroni.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI menarik RUU PKS dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyebut pembahasan RUU ini sulit karena waktu yang tersedia tinggal tiga bulan.
Dalam rapat Evaluasi RUU Prolegnas Prioritas 2020, beberapa fraksi, seperti Nasdem, PDIP, dan Golkar protes keras. Namun, RUU itu tetap dicabut dan akan dilanjutkan tahun depan.
(cnnindonesia/PARADE.ID)