Jakarta (parade.id)- Ratusan massa Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menggelar aksi demonstrasi memperingati Hari HAM Sedunia, Rabu (10/12/2025), di sekitar Monas, Jakarta, dengan mengusung tema “Bangun Persatuan Rakyat untuk Kebebasan Politik, Keadilan Upah dan Keadilan Ekologis”. Aksi ini menyoroti sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi sejak Agustus lalu.
Sunarno, Ketua Umum KASBI sekaligus Jubir GEBRAK, menegaskan bahwa korupsi merupakan bagian dari pelanggaran HAM yang menyengsarakan masyarakat. Ia mencontohkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 200 persen di Pati yang memicu protes warga, namun tidak dibarengi dengan peningkatan layanan publik.
“Kenaikan pajak tidak dibarengi pemerintah memberikan layanan baik kepada masyarakat. Malah justru dikorupsi. Korupsi adalah bagian pelanggaran HAM,” ujar Sunarno.
Disparitas Upah dan Kondisi Pekerja
GEBRAK mengkritik keras disparitas upah antar daerah yang sangat timpang, padahal kebutuhan hidup di berbagai wilayah relatif sama. Mereka mendesak pemerintah menciptakan sistem upah layak nasional berdasarkan survei kehidupan riil yang mencakup kebutuhan keluarga, bukan hanya pekerja sendiri.
Sunarno menyoroti kondisi 84 juta pekerja informal yang tidak memiliki kepastian status kerja. Dari jumlah tersebut, hanya 4,8 juta yang berserikat. Pekerja ojek online disebut sebagai “mitra kerja palsu” yang bekerja tanpa jaminan sosial memadai.
Kondisi serupa dialami dosen honorer yang bekerja bertahun-tahun tanpa status tetap, kontras dengan perlindungan dosen di Eropa. Pekerja di sektor pertambangan, media, hingga Pekerja Rumah Tangga (PRT) juga belum mendapat perlindungan dan kepastian kerja.
Tuntutan Pembebasan Tahanan Politik
Tuntutan utama GEBRAK adalah pembebasan 1.038 aktivis yang ditahan sejak aksi Perlawanan Agustus. Mereka dinilai ditangkap dengan pasal karet hanya karena menyampaikan aspirasi untuk perubahan yang berpihak pada rakyat, bukan oligarki.
“Apa yang diperjuangkan hanya untuk perubahan berpihak pada rakyat, bukan hanya pada oligarki. Sebab banyak hidup di garis kemiskinan. Omnibus Law UU Cipta Kerja penyebabnya,” tegas Sunarno.
Kritik terhadap UU Cipta Kerja
GEBRAK menilai UU Cipta Kerja tidak memperhatikan kepentingan buruh dan pekerja. Meski Mahkamah Konstitusi telah membatalkan kluster ketenagakerjaan, pemerintah dan DPR yang tengah menyusun UU baru dinilai belum menunjukkan perubahan signifikan.
“Naskahnya sementara mirip dengan yang lama. Maka kita desak agar UU pro buruh,” ujar Sunarno.
Mereka menolak tegas Rancangan Peraturan Pemerintah terkait formulasi kenaikan upah yang masih mengadopsi Omnibus Law Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 dan PP 51 Tahun 2023.
Keadilan Ekologis dan Bencana Sumatra
GEBRAK juga mengaitkan bencana banjir di Sumatra dengan pengelolaan hutan yang buruk. Mereka menuduh pemerintah membuka hutan lindung untuk industri dan pembalakan, menyebabkan hutan gundul yang memperparah dampak hujan lebat.
“Ini adalah kritik pemerintah yang harusnya bisa mengelola tanah rakyat bisa dijamin untuk kehidupan masyarakat kita, bukan hanya investor dan oligarki,” kata Sunarno.
Aliansi menuntut moratorium dan pencabutan seluruh konsesi tambang, perkebunan, dan hutan industri di kawasan hutan yang merugikan masyarakat adat. Mereka juga mendesak pembentukan tim pemeriksa independen untuk mengaudit perusahaan-perusahaan ekstraktif.
12 Tuntutan GEBRAK
Dalam aksinya, GEBRAK mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, di antaranya:
- Pembebasan seluruh tahanan politik Perlawanan Agustus dan pemulihan nama baik mereka
- Penangkapan dan pengadilan pelaku pelanggaran HAM dalam penanganan aksi Perlawanan Agustus
- Kenaikan upah 2026 secara signifikan untuk menghapus disparitas upah antar daerah
- Perumusan sistem pengupahan baru berbasis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) riil untuk kesejahteraan keluarga buruh
- Moratorium konsesi tambang, perkebunan, dan hutan industri di kawasan hutan
- Pembentukan tim pemeriksa independen untuk audit perusahaan ekstraktif
- Penghukuman perusahaan perusak alam dan kewajiban ganti rugi
- Pembangunan sistem peringatan dini bencana yang komprehensif dan melibatkan rakyat
- Penghentian segala bentuk represif
- Pencabutan pasal makar
GEBRAK juga menyerukan masyarakat memberikan bantuan untuk korban bencana di Sumatra melalui Transparansi Aceh, LBH Medan, dan LBH Padang.
“Di Hari HAM ini negara mesti menegakkan HAM untuk kita. Membuat kebijakan yang berpihak pada kita, rakyat,” tutup Sunarno.








