Jakarta, (PARADE.ID)– Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan tingkat suku bunga kredit bank sekitar 69 basis poin (bps) atau 0,69 persen selama Juli 2019 sampai Mei 2020. Penurunan tersebut cuma separuh dari penurunan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) yang sebesar 150 bps atau 1,5 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan menurunkan tingkat bunga acuan dari 6 persen pada Juli 2019 menjadi 4,5 persen pada Mei 2020. Bahkan, BI kembali menurunkan tingkat bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan ini menjadi 4,25 persen.
Sayangnya, kebijakan BI itu masih belum direspons cepat oleh bank dengan menurunkan tingkat bunga kreditnya. “Tentu benar, masih ada ruang bagi suku bunga kredit perbankan untuk terus turun,” ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/6).
Penurunan yang cukup lambat ini membuat BI turut melancarkan jurus lain. Misalnya, dengan menjamin ketersediaan likuiditas bank.
Caranya dengan melonggarkan batas pencadangan kas bank di BI atau dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM).
Selain itu, BI juga menerima penjualan Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki bank dengan skema repo alias pembelian kembali.
“Kenapa BI menambah terus likuiditas? Ini juga untuk mendorong penurunan suku bunga deposito maupun kredit bank karena itu likuiditas kami upayakan berlebih,” jelasnya.
Sementara, Perry mencatat tingkat suku bunga deposito bank setidaknya sudah turun 99 bps atau 0,9 persen pada Juli 2019 sampai Mei 2020. Penurunan tingkat bunga acuan memang biasanya lebih dulu terasa ke penurunan tingkat bunga deposito bank.
Di sisi lain, ia menyatakan penurunan tingkat bunga acuan bank sentral nasional juga membuat tingkat bunga pasar uang bank overnight (PUAB) turun 152 bps atau 1,52 persen. Begitu pula dengan tingkat suku bunga IndoNIA dan Jibor overnight.
Tak ketinggalan, penurunan bunga acuan juga menurunkan tingkat imbal hasil (yield) surat utang negara sekitar 120 bps pada periode yang sama. Penurunan ini membuat bunga yang perlu dibayarkan pemerintah kepada investor lebih rendah dari waktu ke waktu.
“Penurunan BI rate juga menurunkan biaya APBN (untuk pembayaran pokok dan bunga utang), khususnya tenor satu tahun. Sementara, penurunan untuk tenor yang lebih panjang itu lebih kecil,” terang Perry.
Oleh karena itu, penurunan bunga acuan BI akan berdampak pula bagi realisasi APBN. Khususnya ketika pemerintah tengah gencar menerbitkan surat utang untuk memenuhi kebutuhan pendanaan penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19.
“Juga menurunkan biaya APBN untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional,” kata Perry.
Sebagai gambaran, saat ini tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) untuk tenor 10 tahun sudah turun dari kisaran 8,08 persen menjadi 7,2 persen.
(cnnindonesia/PARADE.ID)