Jakarta (PARADE.ID)- Kongres Wanita Indonesia (Kowani) melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait dugaan pelanggaran hukum pelibatan anak dalam demonstrasi penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) oleh FPI, GNFMUI, Alumni 212, dan Edy Mulyadi selaku koordinator lapangan aksi, di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 24 Juni lalu.
Pelaporan itu dilakukan Kowani dengan mendatangi langsung Kantor KPAI, di Jakarta, Senin, dipimpin Ketua Bidang Sosial, Kesehatan, dan Kesejahteraan Keluarga Dr Khalilah, dan diterima oleh anggota KPAI Jasra Putra dalam sebuah pertemuan tertutup.
Dalam pernyataan tertulisnya, Khalilah menjelaskan pihaknya menilai pandemi COVID-19 masih terus menghantui dunia, karena hingga detik ini terus terjadi lonjakan kasus positif yang signifikan.
Bahkan, kata dia, Indonesia berada di peringkat pertama se-ASEAN dengan memiliki kasus kematian terbanyak di Asia tenggara.
Mengingat hal itu, Kowani, federasi dari 96 organisasi wanita lingkup nasional yang berdiri sejak 22 Desember 1982, menyatakan prihatin dan menyayangkan anak-anak justru dilibatkan dalam kegiatan demonstrasi. Termasuk, kata dia lagi, kegiatan pengumpulan massa dalam jumlah besar oleh FPI, GNFMUI, Alumni 212, dan Edy Mulyadi selaku selaku koordinator lapangan aksi memprotes RUU HIP, di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 24 Juni lalu.
“Untuk itu, kami melaporkan hal ini KPAI karena telah melanggar Pasal 15 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan perlu diteruskan untuk diproses secara hukum agar ada efek jera,” kata Khalilah.
Lebih lanjut, ia mengatakan pihaknya secara tegas menolak pelibatan atau eksploitasi anak di wilayah politik kekuasaan, sebagaimana yang terjadi pada demonstrasi penolakan RUU HIP itu.
Berdasarkan undang-undang, kata Khalilah, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.
Tahun 2020 adalah tahun politik dengan digelarnya pilkada serentak di 270 daerah, kata dia, sehingga Kowani berharap kejadian serupa di wilayah politik kekuasaan jangan sampai terjadi kembali di masa yang akan datang.
Ia mengingatkan bahwa dalam pandemi COVID-19, anak-anak Indonesia adalah yang terbanyak terpapar atau meninggal di lingkup Asia Tenggara, sehingga semua pihak seharusnya berkomitmen dan perlu lebih fokus dalam melindungi anak Indonesia.
“Kami mendorong KPAI, walaupun dalam masa pandemi COVID-19, untuk melakukan terobosan signifikan agar anak Indonesia tetap merasa aman dan nyaman dalam belajar, bermain, dan beribadah di rumah, sebagaimana imbauan pemerintah melalui protokol kesehatan untuk perlindungan anak dari COVID-19,” katanya pula.
Menanggapi laporan tersebut, Jasra Putra menyatakan pihaknya juga memiliki keprihatinan mendalam atas kasus-kasus penyalahgunaan anak di dalam hingar bingar politik.
Selama ini, kata dia, KPAI sudah berupaya membangun nota kesepahaman dengan KPU dan Bawaslu terkait larangan pelibatan anak dalam kegiatan politik, serta terus melakukan pemantauan.
Berkaitan dugaan pelibatan anak pada aksi menolak RUU HIP tersebut, KPAI berjanji akan mendalami dan menelaah laporan dari Kowani tersebut. “Laporan Kowani terus menjadi ‘warning’bagi kami, termasuk menjelang pilkada pada Desember besok,” kata Jasra.
Kowani merupakan lembaga musyawarah organisasi wanita yang menjunjung tinggi kedaulatan masing-masing organisasi anggota, baik lingkup daerah, nasional, regional, dan internasional.
Di dunia internasional, Kowani merupakan perwakilan organisasi perempuan Indonesia yang tergabung di International Council Of Woman (ICW) sejak 1973, sebagai inisiator berdirinya ASEAN Confederation Of Women’s Organization (ACWO) pada tahun 1981, dan pada bulan September 1998 mendapat pengakuan PBB, serta diberikan Special Consultative Status pada UN-ECOSOC.
(Antara/PARADE.ID)