Jakarta (PARADE.ID)- Gaung revolusi mental yang selama ini digaungkan oleh Jokowi selaku Presiden kini dipertanyakan. Khususnya menyoal kesejahteraan rakyat dan penegakan hukum saat ini.
“Di sini pentingnya revolusi mental Pak Jokowi yang ndak kedengaran lagi gaungnya. Liberte!” demikian kata politisi Demokrat, Benny K Harman, Kamis (3/12/2020), di akun Twitter-nya.
Mentalitas birokrasi dan penegakan hukum di Indonesia disebut oleh Benny mempengaruhi revolusi mental-nya Presiden Jokowi.
“Propaganda sesat ini terus berjalan.Soal utama kita bukan pada ada atau tidaknya UU Omnibus Law tapi pada semangat para penyelenggara negaranya.”
Dikutip kompas.com beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2014, disebutkan bahwa “Revolusi Mental” merupakan jargon yang diusung presiden terpilih Joko Widodo sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014.
Pertanyaan tentang revolusi mental pun mencuat dalam diskusi dengan tajuk jargon tersebut di Balai Kartini, Jumat (17/10/2014). Salah satu jawaban datang dari politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Panda Nababan.
Jawaban itu diawali dengan pengenalan organisasi Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK). Panda mempersilakan anggota organisasi itu berdiri. Lalu, dia berkata, “Mereka ini datang dari jauh. Dulu, Pak Jokowi ini seperti mereka.”
Berikutnya, Panda mengatakan, “Tapi Pak Jokowi tidak mau menyerah. Dia bekerja, berusaha, hingga sampai seperti saat ini.”
Menurut Panda, perjalanan Jokowi dari yang semula seperti profil para anggota SMRK tersebut hingga menjadi presiden terpilih merupakan cuplikan dari konsep revolusi mental itu sendiri.
Diskusi pada Jumat petang tersebut dipandu oleh presenter Najwa Shihab. Jokowi juga hadir di sana. Jawaban atas pertanyaan tentang revolusi mental pun datang dari Jokowi.
Jokowi memulai jawabannya dengan menyebutkan tentang sebuah keharusan. Menurut dia, revolusi mental berarti warga Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa.
Indonesia, sebut Jokowi, merupakan bangsa yang berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong. Dia mengatakan, karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dapat membuat rakyat sejahtera.
“Tapi saya juga ndak tahu kenapa, sedikit demi sedikit (karakter) itu berubah dan kita ndak sadar. Yang lebih parah lagi ndak ada yang nge-rem. Yang seperti itulah yang merusak mental,” ujar Jokowi.
Perubahan karakter bangsa tersebut, kata Jokowi, merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidaksiplinan. Kondisi itu dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir di setiap sendi bangsa.
(Robi/PARADE.ID)