Jakarta (parade.id)- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengumumkan percepatan drastis target swasembada beras Indonesia, dari yang semula 4 tahun menjadi hanya 2-3 bulan lagi. Pengumuman ini disampaikan usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) dengan Presiden membahas ketahanan pangan, Kamis (9/10/2025).
“Target Bapak Presiden pertama kepada kami pada saat dilantik yaitu 4 tahun harus swasembada pangan khususnya beras. Kemudian setelah 21 hari ada perubahan sedikit, target 4 tahun menjadi 3 tahun. Setelah 45 hari ada perubahan sedikit lagi dari target 3 tahun menjadi 1 tahun,” ungkap Amran.
Ia melanjutkan, “Alhamdulillah hari ini, mudah-mudahan tidak ada aral melintang 2 bulan ke depan kurang lebih 3 bulan insyaallah Indonesia tidak impor lagi.”
Produksi Melonjak 4 Juta Ton
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras Indonesia saat ini mencapai 33,1 juta ton, dengan proyeksi akhir tahun mencapai 34 juta ton. Angka ini melonjak signifikan dibanding tahun lalu yang hanya 30 juta ton, atau peningkatan 4 juta ton.
“Produksi kita oleh FAO diprediksi kenaikannya adalah nomor dua terbesar dunia,” kata Amran bangga.
Pencapaian ini melampaui target dari DPR Komisi 4 dan Kementerian Keuangan yang hanya 32 juta ton.
Beras Deflasi di Masa Paceklik
Kabar mengejutkan datang dari inflasi beras September yang justru mengalami deflasi 0,13 persen. Menurut Amran, ini pertama kalinya dalam 5 tahun terakhir terjadi deflasi di bulan September yang biasanya merupakan masa paceklik.
“Khusus bulan ini beras terjadi deflasi yaitu minus 0,13 persen. Lima tahun terakhir ini pertama di bulan September di saat paceklik,” jelasnya.
Pemerintah saat ini memiliki cadangan beras sebesar 3,8 juta ton dan akan terus melakukan operasi pasar dengan cadangan tersisa 1 juta ton.
Kesejahteraan Petani Meningkat
Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator kesejahteraan petani juga menunjukkan tren positif. NTP saat ini mencapai 124,36 persen, melampaui target Kementerian Keuangan sebesar 110 persen.
“Ini kabar baik untuk petani Indonesia. Jadi ada peningkatan 4 juta ton,” ujar Amran.
Ia menambahkan bahwa sektor pertanian kini menjadi penyumbang PDB tertinggi pertama, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia.
Program Hilirisasi Komoditas
Selain swasembada pangan, pemerintah juga mengakselerasi program hilirisasi berbagai komoditas seperti kelapa dalam, kakao, mente, dan lada.
Untuk kelapa, Indonesia saat ini mengekspor 2,8 juta ton senilai Rp 24 triliun per tahun dalam bentuk gelondongan. “Kalau kita hilirisasi menjadi coconut milk atau VCO, harganya bisa naik 100 kali lipat. Kalau 100 kali lipat kita hitungan rata-rata saja itu bisa menghasilkan Rp 2.400 triliun. Katakanlah separuh saja kali 50 itu menghasilkan Rp 1.200 triliun devisa,” papar Amran.
Deregulasi Pupuk
Amran juga menyoroti keberhasilan deregulasi distribusi pupuk. Sebelumnya, pupuk harus melalui 145 regulasi yang mengikat, melibatkan 12 menteri, 38 gubernur, dan 514 bupati/walikota.
“Sekarang ini dari Kementerian Pertanian, Inpres keluar langsung ke produsen, produsen langsung ke petani hanya tiga step,” katanya.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran Rp 9,95 triliun untuk program pemberian benih dan bibit gratis kakao, kopi, kelapa dalam, mente, dan pala seluas 800.000 hektar yang diproyeksikan membuka 1,6 juta lapangan kerja dalam 2 tahun.
Stok Tertinggi dalam Sejarah
Menanggapi isu 29.000 ton beras yang mengalami penurunan mutu karena disimpan lebih dari 6 bulan, Amran menegaskan angka tersebut hanya 0,071 persen dari total stok 4,2 juta ton.
“Ini pertama dalam sejarah Indonesia stoknya 4,2 juta ton selama merdeka. Bulog berdiri tahun 1967, ini pertama dalam sejarah tidak pernah terjadi,” tegasnya.
Pemerintah telah mengalokasikan Rp 5 triliun untuk membangun gudang Bulog guna mengatasi kekurangan kapasitas penyimpanan.*