Jakarta (parade.id)- Dewan Pengurus Cabang Federasi Pertambangan dan Energi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPC FPE KSBSI) Mimika, Papua Tengah, mendampingi tiga karyawan PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketiga karyawan tersebut adalah Alfonsius Londoran, Nurman, dan Abdul Rahman, yang merupakan anggota PK FPE KSBSI PT Freeport Indonesia.
Permohonan uji materiil ini ditujukan pada Pasal 161 ayat 2 dan Pasal 164 ayat 2 UU P2SK. Pasal 161 ayat 2 berbunyi, “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak harus dilakukan secara berkala.” Sementara Pasal 164 ayat 2 menyebut, “Peraturan Dana Pensiun dapat memuat ketentuan yang mengatur pilihan pembayaran Manfaat Pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20% dari Manfaat Pensiun.”
Kedua pasal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja,” sehingga merugikan hak-hak pekerja, khususnya yang akan pensiun.
Ketua DPC FPE KSBSI Kab. Mimika, Papua Tengah, Marjan Tusang, dalam pernyataannya, Rabu (6/8/2025) menegaskan, “Kami menilai dengan disahkannya UU P2SK, telah merugikan pekerja buruh, lebih khusus kepada karyawan PT Freeport Indonesia yang dana pensiunnya itu bisa melebihi Rp500 juta, bahkan Rp1 miliar. Jika aturan baru dalam UU P2SK dan turunannya, yakni POJK Nomor 27 Tahun 2023, diimplementasikan, maka pembayaran pensiun akan dilakukan secara berkala dan itu sangat merugikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Marjan menyampaikan bahwa buruh akan menggugat pasal-pasal tersebut melalui Tim Advokasi Dana Pensiun Karyawan PT Freeport Indonesia (Tim Advokasi DPFI FPE KSBSI) untuk mengajukan permohonan pengujian materiil atas pasal 161 ayat 2 dan pasal 164 ayat 2 UU P2SK.
Marjan juga menegaskan, “Aturan baru ini telah menimbulkan gejolak dan polemik di kalangan buruh. Jika sebelumnya pembayaran pensiun tidak dibatasi, tetapi kini hanya 20% yang dapat diambil sekaligus dan sisanya 80% dibayarkan secara berkala, sehingga merugikan buruh.”
Pekerja buruh menginginkan pembayaran dana pensiun dapat dilakukan secara sekaligus, termasuk untuk Janda/Duda yang kini dibatasi. Aturan baru yang mengatur skema pengambilan pensiun 20% sekaligus dan 80% dicicil dianggap tidak memberikan kebebasan pilihan bagi pekerja.
Marjan menambahkan, sedikitnya ada delapan alasan yang melandasi pengajuan permohonan tersebut. Pertama, pembayaran manfaat pensiun tidak boleh dibatasi karena program pensiun pemohon adalah sukarela, bukan wajib.
Kedua, manfaat dana pensiun pemohon adalah pengganti uang pesangon dan penghargaan masa kerja. Ketiga, janda/duda, anak, atau ahli waris peserta yang meninggal dunia akan dirugikan 40% jika pasal-pasal tersebut diterapkan.
Keempat, tidak jelas kepada siapa dibayarkan sisa manfaat dana pensiun jika peserta atau ahli waris meninggal dunia sebelum 10 tahun. Kelima, pasal-pasal itu mencabut kebahagiaan pemohon untuk membuka usaha, hidup layak, sehat, dan usia panjang.
Keenam, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum. Ketuju, pemohon trauma dengan fenomena korupsi, fraud, dan salah investasi. Terakhir atau kedelapan, semua peserta Dana Pensiun Freeport Indonesia menolak pembayaran manfaat dana pensiun secara berkala.
Ketua PK FPE KSBSI PT Freeport Indonesia, Makmeser Kafiar, menjelaskan bahwa latar belakang gugatan ini adalah kekecewaan karyawan atas penerapan UU P2SK. Menurutnya, sebelum adanya UU P2SK, PT Freeport sudah memiliki program pensiun yang memberikan keleluasaan kepada karyawan untuk memilih skema pencairan manfaat pensiun, 100 persen sekaligus atau sistem 20 persen langsung dan 80 persen dicicil.
“Dalam aturan baru yang berlaku Oktober 2024, lembaga keuangan pensiun PT Freeport Indonesia tidak bisa lagi memberikan pilihan tersebut karena harus mengikuti ketentuan baru, sehingga timbul gejolak di kalangan karyawan,” ungkap Makmeser.
Keluhan karyawan sudah disampaikan kepada manajemen, pemerintah, dan OJK, namun tidak ada solusi selain menempuh jalur hukum dengan menggugat UU P2SK ke Mahkamah Konstitusi.
“Harapan kami, aturan pensiun dikembalikan seperti semula. Tidak ada keharusan 20% dan sisanya 80%. Biarkan menjadi pilihan karyawan,” tegas Makmeser.
Dalam petitumnya, ketiga karyawan PT Freeport Indonesia meminta MK untuk:
- Mengabulkan permohonan uji materiil mereka sepenuhnya.
- Menyatakan Pasal 161 ayat (2) UU No. 4/2023 tentang P2SK yang mengatur pembayaran manfaat pensiun secara berkala, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai: dapat dilakukan berkala namun peserta dapat memilih untuk menerima sekaligus.
- Menyatakan Pasal 164 ayat (2) UU No. 4/2023 tentang P2SK yang membatasi pembayaran manfaat pensiun pertama kali maksimal 20% sekaligus, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai: dapat diambil sekaligus hingga 100% dari manfaat pensiun.*