Oleh: Rofingatun Khasanah, SH
(Alumni GMNI)
Pemilu adalah sebuah sarana untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam pemerintahan dan oleh karena itu, pemilu merupakan tuntutan kedaulatan rakyat. Maka, pemilu merupakan suatu hal yang amat penting bahwa kehendak rakyat tidak dikecewakan dengan cara memastikan bahwa pemilu diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu secara langsung merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu pemilu juga merupakan proses politik yang dinamis dan hanya bisa berjalan lancar dan tertib apabila dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan, termasuk pengawasan Pemilu sangat penting untuk melakukan penguatan peran mereka dengan baik. Hal ini berarti, lembaga-lembaga tersebut harus bekerja secara efisien, efektif, tidak memihak, adil, jujur, terbuka dan dapat dipercaya. Secara umum, persepsi rakyat mengenai proses pemilu yang berlangsung secara bersih, jujur, tertib, adil, dapat dipercaya, dan terbuka akan tercermin dari persepsi rakyat mengenai lembaga-lembaga serta pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Pengawasan menjadi salah satu komponen terpenting dalam penyelenggaraan, dan dapat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah pemilu. Pengawasan pemilu adalah kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa dan menilai proses penyelenggaraan pemilu sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Pemilu Serentak tahun 2024 langsung dibebani harapan besar bisa menjadi pintu masuk bagi perubahan lebih besar, menyangkut sistem politik yang lebih demokratis. Namun, tetap saja harapan perubahan itu dinilai masih belum sejalan dengan kecenderungan dalam sistem kepartaian Indonesia yang masih sentralistik, justru ketika demokrasi dan juga desentralisasi membutuhkan lembaga politik yang dapat menjamin transparansi dan akuntabilitas. Untuk itulah, Keberadaan Panwascam sangatlah penting dalam mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan pemilu agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Secara garis besar, tugas-tugas pengawasan lain yang wajib dilakukan yaitu mengawasi tahapan penyelenggara pemilu, meliputi; pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan, penetapan daftar pemilih sementara, daftar pemilih tetap, pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota DPRD, proses penetapan calon anggota DPD, DPRD, pelaksanaan kampanye, perlengkapan pemilu dan pendistribusiannya, pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara hasil pemilu, pengawasan seluruh proses penghitungan suara, proses rekapitulasi penghitungan suara, pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, pemilu lanjutan, pemilu susulan, proses penetapan hasil pemilu anggota DPRD, mengawasi sosialisasi penyelenggaraan pemilu, dan sebagainya.
Salah satu unsur penting yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemilu adalah kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) yang baik. Sayangnya, dalam beberapa hal peraturan yang sudah ada justru menghambat kinerja Panwaslu.
Panwascam, dari sisi yuridis normatif maupun sosiologis, berpotensi menjadi tidak efektif. Serta adanya sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kinerja panwascam dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam pelaksanaan pemilu. Faktor-faktor tersebut, antara lain: Pertama, Ketidaksiapan Anggaran. Kendala ini menjadi persoalan yang sangat umum dan menonjol dalam Pemilu yakni ketidakpastian anggaran, keterlambatan persetujuan anggaran, pencairan yang tidak tepat waktu dan jumlah anggaran yang terbatas.
Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, jumlah Bawaslu dan Panwascam semakin sedikti. Bawaslu berjumlah 5 orang dan Panwascam di daerah berjumlah 3 orang. Kondisi ini sungguh memberatkan, khususnya di level daerah. Dengan jumlah 5 orang saja, Panwascam merasa cukup berat menjalankan tugas yang sesungguhnya memang berat, apalagi hanya dengan jumlah 3 orang.
Sebaiknya untuk personil mempunyai latar belakang hukum karena Panwascam lembaga yang berhubugan dengan hukum. Ketiga, Terbatasnya kewenangan yang dimiliki Panwascam untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu serentak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, disebutkan bahwa kewenangan Panwascam ”sekedar” menyampaikan temuan dan laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu kepada KPU untuk ditindaklanjuti, serta meneruskan temuan dan laporan tentang adanya dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian. Kelemahan Panwascam selama ini terletak pada ketidakmampuan menindaklanjuti pelanggaran yang dilaporkan masyarakat.
Tak heran muncul kesan Panwascam macan ompong lantaran kinerjanya lemah pada pemilu legislatif. Kecilnya peran Panwas itu diibaratkan seperti semut yang akan berhadapan dengan gajah-gajah calon presiden dalam kampanye pemilihan presiden (pilpres).. Dengan banyaknya kendala-kendala tersebut, akan sulit bagi Panwascam untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada Panwaslu.
Karena itu, Panwascam sangat mengharapkan kerja sama dan kemitraan dengan masyarakat pemantau Pemilu yang diharapkan dapat menjangkau TPS-TPS yang tersebar ke pelosok-pelosok. Selain kerjasama dari pemantau pemilu, Panwas juga sangat mengharapkan kerja sama masyarakat luas pada umumnya. Khususnya dalam hal pelaporan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses pelaksanaan Pemilu.
Terkait dengan kewenangan ini, penguatan Panwascam dengan penambahan kewenangan seperti hak untuk menyelidiki atau melakukan penyidikan terhadap pelanggaran, sulit dilakukan karena Panwascam tidak didesain untuk memiliki kewenangan yang demikian (eksekutor), kewenangan tersebut ada pada lembaga lain, sedangkan Panwascam yang pertama yang bertindak menangani pelanggaran pelanggaran dilapangan, sehingga dengan tidak adanya kewenangan tersebut, dimata masyarakat peran Panwas tidak optimal hanya semacam “macan ompong” saja, padahal punya taring yang tajam.
Keberadaan Panwascam dengan kewenangan yang demikian memang sangat sulit untuk dapat bekerja secara optimal. Lebih-lebih jika lembaga terkait dengan penanganan pelanggaran pemilu tidak bekerja secara sinergis, maka masyarakat akan begitu saja menumpukkan kelemahan penanganan pelanggaran pemilu kepada Panwascam tanpa mencoba memahami persoalan yang sebenarnya. Persoalan pelanggaran pemilu merupakan persoalan yang pelik dan memiliki sensitifitas yang besar yang menuntut ketulusan, kerja keras dan juga pemahaman secara sosiologis atas pelaku dan budaya di masyarakat dalam penanganannya.
Dengan demikian, untuk meningkatkan citra peran Panwascam, maka Panwascam perlu melakukan upaya-upaya untuk memaksimalkan perannya dalam pengawasan Pemilu serentak Tahun 2024 nanti, di antaranya: sosialisasi yang dilakukan Panwascam, untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang Pemilu Serentak dan kemungkinan pelanggaran – pelanggaran yang terjadi. Pengawasan aktif, untuk mencegah terjadinya pelanggaran Pemilu dan melaporkannya bila terjadi pelanggaran, memaksimalkan pengawasan masyarakat dengan melibatkan tokoh-tokohnya untuk membantu melakukan pengawasan terhadap pelanggaran yang mungkin terjadi.