Jakarta (parade.id)- Kemarin, Selasa (24/9/2024), bertepatan dengan Hari Tani Nasional (HTN) 2024, sejumlah mahasiswa dari beberapa kampus dan atau organisasi, menjadi pembicara di acara diskusi bertema “Problema Kesejahteraan Petani: Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahan Sektor Pertanian yang Belum Optimal”.
Mereka adalah Sekretaris Jenderal FKK-HIMAGRI Gunawan, Presiden Nasional 1 IBEMPI 2024 Khariq Anhar, Presiden Nasional 2 IBEMPI 2024 Al Wisyahk.
Ketiga narasumber membahas peran pemerintah dalam sektor pertanian, dengan fokus pada kesejahteraan petani dan kebijakan yang diambil untuk mendukung sektor tersebut.
Khariq Anhar, menyoroti minimnya literatur pertanian yang mengkritisi kebijakan. Menurutnya, literatur yang tersedia lebih fokus pada aspek teknis pertanian seperti cara menanam atau teknik pertanian, namun minim pembahasan tentang realitas pasar, harga komoditas, atau masalah kebijakan seperti monopoli sawit dan penolakan sawit Indonesia oleh Eropa.
Ia juga menekankan bahwa mahasiswa seharusnya berperan lebih besar dalam memengaruhi kebijakan publik dan mencermati peran pemerintah yang sering kali tidak sesuai dengan kompetensi para pengambil kebijakan di sektor-sektor tertentu.
Al Wisyahk menambahkan bahwa secara anggaran dan kebijakan, pemerintah telah melakukan usaha yang maksimal, implementasi kebijakan sering kali tidak berhasil. “Masalah-masalah seperti korupsi, kepentingan politik, dan minimnya analisis ilmiah yang mendasari keputusan, menjadi penghambat utama,” kata dia.
Ia mencontohkan kebijakan “food estate” yang gagal meskipun telah dibahas dalam banyak forum ilmiah dan akademis.
Menurutnya, keputusan kebijakan harus lebih memperhatikan kondisi lokal, dengan melibatkan ahli yang memiliki latar belakang pertanian, bukan sekadar mengejar kepentingan politik.
Gunawan menyoroti pentingnya strategi yang tepat dalam memajukan sektor pertanian, terutama dalam hal kesejahteraan petani.
Ia mengkritisi nilai tukar petani (NTP) yang rendah di tengah meningkatnya biaya produksi, seperti harga pupuk yang terus melonjak.
Menurutnya, kebijakan pertanian lebih sering didorong oleh kepentingan politik ketimbang memperhatikan kebutuhan petani.
Ia juga menyinggung sistem ekonomi yang lebih condong pada kapitalisme, sementara seharusnya ekonomi Indonesia didasarkan pada prinsip Pancasila yang mengedepankan keadilan sosial.
Ketiga narasumber sepakat bahwa pemerintah belum optimal dalam mendukung sektor pertanian.
Meskipun kebijakan sudah dibuat, eksekusinya sering gagal akibat kurangnya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
Mereka juga sepakat bahwa peran mahasiswa dan akademisi menjadi sangat penting dalam menawarkan solusi yang lebih kritis dan berbasis pada realitas lapangan.
Para narasumber juga menyoroti peran lembaga pertanian yang harus lebih fokus pada pemberdayaan petani lokal dengan solusi yang berbasis pada kondisi spesifik daerah.
Diskusi ini menegaskan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan keterlibatan semua pihak dalam memperbaiki sektor pertanian Indonesia, dengan fokus pada keberlanjutan kesejahteraan petani dan pembenahan kebijakan yang lebih adil serta ilmiah.
Dari permasalahan yang ada di sektor agraria ternyata bukan hanya hal-hal yang bersifat teknis yang dihadapi masyarakat secara langsung, namun banyak hal lain yang dianggap merugikan para tani atas haknya ,termasuk kasus korupsi di kementrian pertanian oleh SYL kemarin sangat disayangkan.
Lembaga yang harusnya memberikan kebijakan yang baik untuk memajukan sektor pertanian Indonesia malah bertingkah rusak seperti itu. Kita butuh Kementan yang serius dalam menentukan arah pertanian Indonesia dan yang pasti kompeten di bidangnya.
Hadir beberapa elemen masyarakat seperti POPMASEPI, FKK HIMAGRI, IBEMPI, BEM Universitas Esa Unggul dan Mahasiswa Universitas Trilogi.
(Verry/parade.id)