Jakarta (parade.id)- Tim advokasi yang membela KRMT Roy Suryo Noto Diprojo dan sejumlah aktivis mengeluarkan somasi terbuka kepada mantan Presiden Joko Widodo, Senin (4/8/2025). Somasi tersebut menuntut Jokowi mencabut pernyataannya soal adanya “orang besar” di balik gerakan yang mempersoalkan keaslian ijazahnya.
Konferensi pers berlangsung di Kantor SAY and Partners, Jakarta Timur, dihadiri sekitar 60 orang. Ahmad Khozinudin, Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi, menegaskan bahwa tuduhan Jokowi telah melukai klien mereka.
“Tuduhan bahwa ada ‘orang besar’ di balik perjuangan kami sangat menyakitkan. Sama saja mengatakan klien kami sebagai pion politik yang dikendalikan,” ujar Khozinudin.
Somasi yang dibacakan Jahmada Girsang dan Mulyadi berisi tiga tuntutan kepada Jokowi:
- Mencabut pernyataan “ada orang besar” di balik perjuangan klien mereka
- Meminta maaf secara terbuka di hadapan publik
- Jika tidak memenuhi, tim akan mengambil upaya hukum perdata dan pidana
Tim advokasi menilai ada kebohongan dalam laporan Jokowi. Petrus Selestinus, Koordinator Litigasi, menjelaskan bahwa Jokowi mengklaim hanya melaporkan peristiwa, bukan nama. Namun kuasa hukumnya justru merilis inisial nama-nama terlapor.
“Jika konsisten tidak melaporkan nama, maka 12 nama yang disebutkan seharusnya tidak dilaporkan,” tegas Selestinus.
Roy Suryo mengumumkan rencana menerbitkan buku berjudul “Ijazah Palsu Jokowi” sepanjang 500 halaman menjelang HUT RI ke-80. Buku tersebut akan diterbitkan dalam versi cetak dan digital, serta didistribusikan ke 25 negara melalui Forum Diaspora Indonesia.
“Kami bertanggung jawab penuh atas buku ilmiah ini. Kalau buku ilmiah, jawab dengan ilmiah,” tantang Roy Suryo.
Ia juga mengumumkan akan ada “sabda dari Kota Yogyakarta” pada 18 Agustus 2025 yang akan memperkuat posisi mereka terkait kasus ijazah palsu.
Muhammad Said Didu, mantan Wakil Ketua KPK, hadir mendukung gerakan ini. Ia menilai Jokowi salah kalkulasi karena mengira ancaman akan melunturkan semangat para aktivis.
“Saya datang untuk mematikan dan menguburkan sumber persoalan bangsa, yaitu dinasti Solo. Dialah yang membuat persoalan bangsa semua ini,” ujar Didu.
Didu juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang mulai “mengamputasi” pengaruh Jokowi, termasuk mencabut tantiem dan insentif komisaris BUMN.
Ahmad Yani dari tim advokasi mendesak Presiden Prabowo mengeluarkan abolisi dan amnesti untuk 12 orang yang kini berstatus tersangka. Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang berjuang bersama Prabowo pada 2016-2018.
“Ratusan orang di seluruh Indonesia masih berstatus tersangka akibat kriminalisasi. Dalam rangka HUT RI ke-80, kami meminta Presiden mencabut status mereka,” ujar Yani.
Rizal Fadilah menyebut ini sebagai “perang antara kebenaran dan kebohongan.” Ia menuntut uji forensik terbuka terhadap ijazah Jokowi yang telah disita Polda Metro Jaya.
“Dokumen ijazah yang disebut asli, padahal kami yakin palsu, sudah disita. Langkah berikutnya adalah uji forensik secara terbuka,” tegasnya.
Tim TPUA (Tim Pengungkap Ujian Asli) juga mencatat temuan scientific document dalam skripsi Jokowi, termasuk penggunaan font Times New Roman dan Operating Windows yang belum ada pada 1985.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Joko Widodo belum memberikan tanggapan resmi atas somasi tersebut.*