Palu (PARADE.ID)- Ratusan orang yang menamakan Front Rakyat Tolak Omnibus Law (Frontal) melakukan unjuk rasa terkait penolakannya terhadap RUU Omnibus Law. Aksi massa dilangsungkan di depan kantor DPRD Sulteng.
Secara substansi, tuntutan yang disampaikan antara lain menolak Omnibus Law, setop eksploitasi buruh, penuhi hak-hak buruh migran, setop perampasan lahan petani, setop liberalisasi dan privatisasi dunia pendidikan, tolak kenaikan iuran BPJS, gratiskan rapied test dan tolak rencana pembuangan limbah tailing.
“Banyak perampasan lahan petani yang telah dikelola secara turun-temurun, perampasan lahan ini juga terjadi di berbagai wilayah di Sulteng. Tidak cukup hanya persoalan perampasan lahan, investasi juga adalah aktor utama perusak lingkungan tambang di berbagai wilayah,” demikian alasan pengunjuk rasa, Kamis (16/7/2020).
Menariknya dari semua peristiwa dugaan perampasan lahan serta investasi di atas terjadi sebelum UU Cipta Kerja yang mereduksi 83 UU diketuk oleh DPR RI.
“RUU ini banyak bersinggungan dengan berbagai sektor karena pembahasannya dikebut 100 hari secara sembunyi-sembunyi.”
Pengunjuk rasa mempertanyakan, kesejahteraan seperti apa yang hendak dituju melalui RUU Cipta kerja yang pasal-pasalnya sebagian besar dibuat untuk pengusahan.
“Kesejahteraan seperti apa yang hendak dituju saat rakyat dan alam hanya menjadi objek investasi yang suaranya dianggap sebagai sikap melawan negara.”
Pendemo juga menganggap, dalam prosesnya, RUU tersebut tidak melibatkan rakyat secara luas. Draft RUU maupun naskah akademik tidak dibuka untuk publik dan partisipasi rakyat ditutup.
“DPR dan pemerintah dalam pembahasan RUU lebih melibatkan pengusaha investor yang punya catatan hitam di berbagai wilayah Indonesia.”
Aksi dikomandoi oleh Agus Randy. Beberapa ormas yang tergabung di dalamnya ada JATAM, PBHR, KPA, SMIP, WALHI, YTM, SP Palu, LND, GEMPAR, FNPBI, PMII, SB PALU, HMI MPO, PMKRI, GMNI, HIMASOS, SKKP HAM, dan PMII Sulteng.
(Verry/PARADE.ID)