Jakarta (parade.id)- Unjuk rasa besar di Kabupaten Pati pada Rabu (13/08) yang dihadiri ribuan warga mencerminkan puncak kekecewaan publik terhadap kebijakan Bupati Sudewo, terutama rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Meski kenaikan pajak tersebut kemudian dibatalkan, massa tetap menuntut agar Sudewo mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas serangkaian kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat, termasuk kebijakan lima hari sekolah dan pemutusan hubungan kerja guru honorer dan tenaga medis.
Demo yang semula berlangsung tertib berubah ricuh saat massa mulai mendobrak gerbang kantor bupati dan aparat merespons dengan meriam air serta tembakan gas air mata. Puluhan warga, termasuk perempuan dan anak-anak, mengalami luka ringan dan dilarikan ke rumah sakit.
Di tengah situasi tegang, Sudewo sempat menemui pengunjuk rasa dengan memohon maaf namun menolak mundur, berpegang pada mekanisme demokrasi dan mandat konstitusional.
DPRD Kabupaten Pati merespons dinamika ini dengan sepakat menggelar hak angket untuk mengusut kebijakan bupati yang memicu protes. Pengamanan ketat dengan ribuan aparat gabungan dilakukan untuk menjaga ketertiban saat aksi berlangsung.
Protes ini menggambarkan ketegangan hubungan antara pemerintah dan rakyat dalam suasana demokrasi lokal yang sedang diuji.*