Oleh: Antony Yudha
(Sekretaris DPD GAMKI DKI Jakarta, Ketua KOMRAD Pancasila)
Pemerintah Indonesia telah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dari harga Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter pada tanggal 3 September lalu. Tentunya hal ini memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat yang merasa kebijakan tersebut dirasa tidak pro rakyat bagi kelompok tertentu.
Aksi penolakan tersebut merupakan hal yang wajar di negara demokrasi. Tapi perlu juga kita cermati kenapa pemerintah harus mengambil langkah ini di tengah situasi pemulihan ekonomi nasional saat ini.
Selama ini subsidi BBM dinikmati oleh siapa?
Menurut Direktur riset INDEF Berly Martawardaya konsumsi BBM yang mana 80 persenkonsumsi jenis Pertalite dinikmati oleh orang mampu dan 95 persen konsumsk jenis solar justru dirasakan oleh orang-orang kaya yang tidak layak untuk mendapatkan subsidi. Tentu hal ini menggambarkan bahwa “Si Kaya” mendominasi jatah hajat untuk “Si Miskin” dan sirkulasi seperti sudah terjadi bertahun-tahun sebelumnya dari beberapa kali rezim pemerintahan.
Ketika pemerintahan era Presiden Joko Widodo sadar bahwa subsidi BBM justru lebih banyak dinikmati orang mampu maka diambil langkah penyesuain harga, maka saya dapat mengatakan bahwa itu adalah kebijakan yang… ADIL. Walau bagi sebagian orang hal tersebut tidak bisa diterima karena kita masih keluar dari fase pemulihan ekonomi akibat Covid-19.
Yang tidak kalah progresifnya terkait keputusan penyesuain harga BBM ini adalah mobil dengan spesifikasi tertentu dilarang untuk mengisi BBM bersubsidi. Menurut hemat saya ini langkah revolusioner untuk menghalau “Si Kaya” untuk mengambil hak “Si Miskin” seperti yang sudah terjadi puluhan tahun sebelumnya. Dan saya harus akui bahwa ini wujud manifestasi sila ke-5 Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ke depannya yang menurut saya harus diperhatikan oleh pemerintah yaitu distribusi Bantuan Langsung Tunai (BLT) harus diterima langsung bagi masyarakat kurang mampu dan perlunya pembaruan data terkait jumlah masyarkat penerima BLT agar di lapangan tidak terjadi kerancuan dalam skema pembagian sehingga orang mampu justru malah mendapatkan bantuan pemerintah. Tentu ini pesoalan teknis tapi jika tidak disikapi baik akan menambah kegaduhan kedepan.
Pesan untuk mereka yang sedang “menolak”
Tentu kebijakan pemerintah dalam penyesuaian harga BBM tidak bisa diterima oleh semua orang, dan pemerintah juga dengan tangan terbuka menerima masukan apabila ada yang tidak setuju terkait kebijakan tersebut.
Saran saya silahkan saja bagi yang menolak dan melakukan aksi protes tetapi perlu kita sadar juga hal ini dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan kondisi beban subsidi yang sudah tidak ter-cover lagi.
Sekarang kita harus mawas diri kita tidak pernah protes kalo harga rokok yang notabenenya tiap tahun makin naik tapi anehnya kita selalu bisa mengupayakan untuk membeli rokok walaupun harganya semakin tinggi, tetapi ketika BBM naik dengan kondisi-kondisi tertentu kita seolah-olah adalah orang yang paling tercekik karena hal tersebut.
Ingat kawan, jangan sampai kritisme kita dimanfaatkan oleh gerombolan pembenci pemerintah yang berusaha memanfaatkan momenn ini untuk kepentingan Politik praktis.
Sekian dari saya yang juga hanya rakyat biasa.