Jakarta (parade.id)- Ketum Pimpinan Pusat Garda Mahasiswa Hukum Indonesia (PP GMHI) Muhammad Senanatha mendukung terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
“Tujuan Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja selaras dengan Tujuan Hukum menurut Prof Subekti, dalam buku yang berjudul: Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan’, menyatakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya, sedangkan Tujuan Perppu tersebut untuk mencegah resesi, adanya kekosongan hukum dan pemulihan ekonomi nasional sehingga dapat terwujudnya kemakmuran dan kebahagiaan untuk rakyat Indonesia,” katanya, kepada media, kemarin.
Atas dukungannya kepada Perppu itu, GMHI dikatakan oleh Sena, sepakat dan komitmen untuk mensosialisasikannya. GMHI mengajak masyarakat untuk bergotong royong memulihkan perekonomian negara dan bahu membahu untuk menghadapi krisis global.
“Bermula dari perang Rusia-Ukraina, dilanjut dengan harga minyak dunia meningkat menjadi efek domino kenaikan harga pasar dan keluarnya peringatan Bank Dunia tentang resesi global,” katanya.
Menurut dia, bahwa penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker merupakan kepastian hukum dikarenakan adanya kekosongan hukum Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Maka kata perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja karena inkonstitusional bersyarat.
Ia mengutip soal penerbitan Perppu yang diatur oleh UUD 1945 pasal 22: (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. (3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Dilanjutkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 menyebutkan tiga syarat kegentingan yang memaksa: Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama.
“Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin,” katanya.
Penerbitan Perppu Nomor tahun 2022 tentang Ciptaker pun dinilainya sudah sesuai ketentuan. Di antaranya, adanya kekosongan hukum dan adanya keadaan yang mendesak.
“Keadaan mendesak dalam hal ini berhubungan dengan peringatan IMF–adanya gejolak global di tahun ini sejak bulan Oktober 2022. Bahkan survei Bloomberg pada Oktober lalu juga menyampaikan bahwa 15 negara berpotensi mengalami resesi dengan berbagai ukuran probabilitas yang berbeda di masing-masing negara. Indonesia berada di peringkat ke 14 dengan probabilitas masuk krisis hanya 3 persen,” pungkasnya.
(Rob/parade.id)