Jakarta (parade.id)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mengapresiasi putusan MK Nomor 24/PUU-XX/2022 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena pertimbangan hakim dalam putusan tersebut telah mempertegas sejumlah isu yang menjadi perhatian AILA Indonesia terutama isu yang menyangkut upaya pengokohan keluarga, perempuan dan anak yang secara langsung berkaitan dengan masalah perkawinan.
“AILA Indonesia mendukung tafsir MK mengenai paradigma perkawinan di Indonesia, yang sejatinya tidak boleh dipisahkan dari norma-norma agama. Sebab, agama menjadi dasar utama untuk menentukan sah/tidaknya suatu perkawinan,” demikian rilis AILA, diterima media, Kamis (2/2/2023).
Menurur AILA, keabsahan perkawinan berdasarkan agama tersebut bahkan menjadi landasan bagi negara untuk melakukan kewajibannya, yaitu dengan melakukan pencatatan perkawinan sebagai bentuk perlindungan HAM bagi setiap warga negara yang melangsungkan perkawinan.
“Oleh karena itu, adalah keliru, jika Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan dinilai sebagai ketentuan yang diskriminatif. Pasal-pasal tersebut justru akan memperkuat lembaga perkawinan. Dalam artian, kesamaan agama dan kepercayaan dalam satu keluarga akan memperkuat jaminan kebebasan beragama dan beribadah tanpa ada rasa takut untuk diancam, dipaksa, atau dimanipulasi untuk berpindah agama oleh pasangannya.”
AILA Indonesia setuju dengan cara pandang MK yang menyatakan bahwa walaupun hak untuk menikah adalah HAM yang wajib mendapatkan jaminan perlindungan dari negara berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, akan tetapi, HAM Indonesia memiliki konstruksi rumusan yang berbeda. Perkawinan yang sah justru menjadi prasyarat untuk melindungi ‘hak untuk membentuk keluarga’ dan ‘hak untuk melanjutkan keturunan’ sebagaimana yang diatur Pasal 28B ayat (1) UUD 1945.
“Inilah HAM yang sejalan dengan Pancasila sebagai landasan filosofis-ideologis bangsa Indonesia.”
AILA Indonesia mengapresiasi kesempatan yang telah diberikan untuk menjadi Pihak Terkait Tidak Langsung dalam pengujian UU Perkawinan bersama dengan organisasi kemasyarakatan lain serta organisasi-organisasi keagamaan sehubungan dengan kebutuhan para hakim MK untuk mendapatkan masukan berimbang mengenai konsep perkawinan yang berlaku di masing-masing agama termasuk fenomena serta dampak perkawinan beda agama.
AILA Indonesia pun menaruh harapan besar, agar putusan MK mengenai larangan perkawinan beda agama dapat dihormati dan dipatuhi oleh semua pihak, baik DPR, Pemerintah, termasuk masyarakat dan warga negara, para pencari keadilan.
“Hal ini untuk menjamin ketertiban dalam masyarakat sekaligus menghormati keyakinan agama masing-masing pemeluknya sebagaimana yang menjadi tujuan UU perkawinan itu sendiri.”
(Rob/parade.id)