Jakarta (parade.id)- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Makassar hari ini secara resmi mengeluarkan pernyataan sikap yang menuntut evaluasi menyeluruh terhadap kualitas kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. PMII menilai fungsi representasi parlemen saat ini tumpul dan tidak mencerminkan aspirasi publik, terutama terkait wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto serta prioritas legislasi nasional.
Dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (20/11/2025), PMII Makassar menyoroti tiga poin desakan utama: penolakan rehabilitasi nama Soeharto, arah kebijakan legislasi (RUU KUHAP dan RUU Perampasan Aset), serta evaluasi fasilitas anggota dewan.
PMII Makassar menyatakan penolakan keras terhadap wacana penobatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Organisasi mahasiswa ini menegaskan bahwa sikap tersebut diambil berdasarkan pertimbangan moral dan data historis, bukan sentimen semata.
“Kepemimpinan Soeharto telah meninggalkan luka yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia, mulai dari pelanggaran HAM sistematis, korupsi yang merajalela, hingga pembungkaman kebebasan berekspresi. Upaya pemberian gelar pahlawan justru akan melegitimasi praktik otoriterisme,” bunyi kutipan resmi dari pernyataan sikap PMII Makassar.
PMII mempertanyakan sensivitas historis DPR yang dinilai abai terhadap fakta korupsi dan penindasan hak sipil selama 32 tahun masa Orde Baru.
Selain isu sejarah, PMII Makassar juga mengkritik prioritas legislasi DPR. PMII menyatakan menolak pengesahan RUU KUHAP dalam bentuknya saat ini karena dinilai memuat pasal-pasal yang berpotensi merusak tatanan hukum dan demokrasi.
Sebaliknya, PMII mendesak DPR untuk memprioritaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
“Kami mendesak DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset yang telah lama dinantikan masyarakat. RUU ini adalah instrumen vital untuk memiskinkan koruptor dan mengembalikan kerugian negara secara sistemis,” lanjut pernyataan tersebut.
Poin terakhir yang menjadi sorotan adalah ketimpangan kesejahteraan antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakili. PMII Makassar menuntut revisi sistem tunjangan dan fasilitas anggota DPR agar berbasis pada kinerja nyata (performance-based), bukan hak otomatis.
“Realitas saat ini menunjukkan ketimpangan mencolok. Tunjangan harus sebanding dengan kontribusi aktual terhadap kemajuan bangsa. Ini adalah bagian dari evaluasi kinerja DPR yang kami usung,” tegas perwakilan PMII Makassar.
Pernyataan sikap ini merupakan seruan moral sekaligus peringatan agar DPR segera berbenah dan kembali pada khitahnya sebagai penyambung lidah rakyat.*







