Jakarta (parade.id)- Ketum PEJABAT Eka Jaya berbagai cerita soal pembubaran paksa diskusidi Kemang, Jakarta Selatan. Dimana acara belum mulai kata dia, tiba-tiba digeruduk oleh orang-orang yang ia sebut entah dari mana.
“Saya mendapat kabar sudah agak telat. Saya hadir. Saya datang. Saya akamsi (anak kampung situ). Di situ tanah kelahiran saya sendiri. Saya besar di situ. Saya tahu rame-rame dan terjadilah apa yang terjadi,” cerita Eka ke parade.id, usai menjadi pembicara di Konsolidasi Relawan Anies (Anak Abah): Menuju Pilkada DKI dan Pendirian Ormas/Partai, Sabtu (28/9/2024), di Jakarta.
“Sudah kejadian itu saya mengetahuinya. Saya dapat kabar dari Edy Mulyadi. Langsung saya datang ke tempat kejadian. Hanya lima menit dari rumah. Saya lihat terorganisir lah itu. Tapi saat kita-kita ngobrol-ngobrol (dengan mereka), ada yang mengaku diarahkan dari pusat,” tambahnya.
Eka mengatakan massa yang datang kurang lebih 30 sampao 40-an orang. “Ada di antara mereka yang sempat agak marah kepada saya, karena juga emosi. ‘Masak lu di kampung gua kok pada bikin rancu begitu.’ Padahal di dalam itu adalah tokoh-tokoh bangsa,” kata dia.
Eka pun mengaku heran mereka membubarkan paksa diskusi. Apalagi kata dia, dikatakan bahwa tokoh-tokoh yang hadir sebagai perusak bangsa, dan lain-lain.
“Saya cuma bingung, kenapa sih anak bangsa ini diadu. Di sisi lain, para tokoh-tokoh ini kan sudah terliha kapasitas dan kapabilitas untuk bangsa ini. Pak Said Didu kan orangnya nasionalis tinggi. Ada jenderal Soenarko, ada jenderal Fahrurrozi, ada Bang Refly Harun—kan orang-orang yang mempunyai jiwa nasionalisme yang tak ingin melihat negara seperti sekarang ini. Berantakan,” katanya.
Padahal kata dia, yang di dalam itu adalah tokoh-tokoh yang benar-benar punya kepedulian terhadap bangsa ini. “Ini saya kaget juga. Kok mereka bisa mengatakan bahwa tokoh-tokoh yang hadir itu adalah pengkhianat bangsa,” sesalnya.
“Kita juga enggak menyangka. Dan bahasa mereka ini luar biasa. Tokoh-tokoh kita dibilang perusak bangsa, pemecah bangsa dan juga pengkhianat bangsa,” tambahnya.
Terkait pengamanan, Eka menyesalinya, karena massa bisa masuk ke dalam. Padahal tempatnya itu “pribadi”.
“Di sana ada aparat kepolisian tetapi kita menyayangkan mengapa mereka bisa masuk ke ruang yang privasi’. Tertutup itu. Tapi mereka bisa masuk. Itu yang kita sayangkan,” tandasnya.
(Rob/parade.id)