Jakarta (PARADE.ID) – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengapresiasi dan mendukung langkah pemerintah yang menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP), sehingga bisa meredam berbagai pro dan kontra yang timbul di masyarakat.
Hal itu menurut Bamsoet, karena saat ini suasana kebatinan bangsa Indonesia sedang fokus menghadapi pandemi COVID-19, sehingga seluruh konsentrasi pemerintah dan berbagai elemen bangsa juga ditujukan ke sana.
“Agar tidak menimbulkan berbagai syak wasangka maupun persepsi negatif di masyarakat, ada baiknya DPR dan pemerintah menyerap aspirasi publik dengan mendatangi berbagai organisasi masyarakat yang mewakili berbagai suara publik,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan suara publik tersebut berasal dari ormas keagamaan seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, Walubi, Matakin, KWI, serta PHDI maupun ormas kebangsaan seperti Pemuda Pancasila, FKPPI, serta para tokoh dan intelektual.
Langkah itu, menurut dia, agar berbagai kalangan masyarakat bisa memahami urgensi perlunya kelahiran RUU HIP tersebut.
Politisi Partai Golkar itu menilai berbagai kritik maupun pandangan tentang RUU HIP yang beredar di masyarakat harus mampu diserap pemerintah bersama DPR RI dengan bijaksana melalui dialog terbuka, sehingga timbul saling kesepahaman.
“Pandangan Muhammadiyah maupun ormas lainnya tentang RUU HIP yang dianggap malah akan mendegradasi Pancasila, misalnya tidak boleh dinafikan begitu saja melainkan harus didengar dan dipelajari lebih dalam,” ujarnya.
Dia menilai Pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-4, dalam jenjang norma hukum, Pembukaan UUD NRI 1945 merupakan norma fundamental yang menjiwai seluruh materi muatan dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945, karena menjadi sumber dari segala sumber hukum.
Karena itu, menurut dia, pandangan bahwa ideologi Pancasila tidak dapat dirumuskan menjadi undang-undang, karena akan mendegradasi Pancasila dan nilai-nilainya, bisa dipahami karena pendapat tersebut bukanlah pandangan yang bisa dimentahkan begitu saja.
“Apalagi langsung ditolak mentah-mentah. Perlu ada kajian lebih jauh melibatkan berbagai ahli hukum tata negara, sehingga kita tak salah langkah,” katanya pula.
Bamsoet mengatakan jika RUU HIP itu masih akan dilanjutkan dengan perubahan yang fundamental dan substansial, maka dirinya sebagai pimpinan MPR akan ikut mengawal.
“Saya satu pandangan dengan Menhan Prabowo Subianto, saat pimpinan MPR bertemu di Kantor Kemenhan pekan lalu. Kalau untuk memperkuat kedudukan BPIP, tidak masalah asal tidak mendegradasi Pancasila sebagai ideologi,” katanya.
Dia menjelaskan, pandangan dirinya dan Prabowo Subianto sama dalam memberikan dukungan akan hadirnya payung hukum untuk lembaga BPIP dalam sebuah undang-undang yang sifatnya teknis mengatur tentang Pedoman Pembinaan Ideologi Pancasila oleh BPIP, bukan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila seperti yang ada sekarang.
Karena itu, dia berharap dari pihak pemerintah dalam Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang akan disusunnya setelah mendengarkan berbagai aspirasi masyarakat.
“Juga dapat mengembalikan atau mengubah substansi muatan hukum RUU HIP yang ada saat ini kembali menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila, tanpa tafsir-tafsir lain yang telah menjadi konsesus kebangsaan dan kesepakatan para pendiri bangsa,” ujarnya.
Dia juga merespons positif pandangan pemerintah tentang perlunya pencantuman TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 ke dalam konsiderans RUU tentang Pembinaan Ideologi Pancasila mendatang, jika tahapan legislasi sudah sampai pada pembahasan dengan pemerintah.
Menurut dia, pelarangan komunisme di Indonesia bersifat final karena berdasarkan TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.
“Dengan demikian tidak akan ada lagi praduga dari berbagai kalangan bahwa RUU Pembinaan Ideologi Pancasila tak mengindahkan pelarangan komunisme yang bisa membuka ruang bagi bangkitnya komunisme,” katanya pula.
Dia menilai permasalahan komunisme seharusnya sudah selesai dan tidak perlu menjadi momok, jika semua pihak menghormati konsensus kebangsaan yang ditetapkan melalui TAP MPR tersebut.
(antara/PARADE.ID)