Jakarta (parade.id)- Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi menyinggung pihak yang menginginkan pemilu 2024 ditunda hingga perpanjangan masa jabatan presiden dalam Rakernas Konsilidasi Ummat Menuju Kemenangan, kemarin.
“Jadi ternyata wacana tunda pemilu 2024, tidak hanya dihidupkan kembali, namun telah dikaji dan bahkan telah diupayakan jalannya lewat berbagai macam cara. Mereka berusaha memperpanjang masa jabatan presiden dan Anggota DPR hingga lima tahun berikutnya, setelah 2024,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan wacana, Ridho mengatakan berbagai upaya tengah mereka lakukan. Pertama, kata dia, mereka berupaya melakukan amandemen UUD 1945, dengan berbagai macam dalih ini—adalah masa pemulihan ekonomi pascapandemi. Dalih yang lain, kita harus hidupkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
“Amandemen, di situ lah kemudian mengubah, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, tujuan akhir mereka adalah mengubah pasal 7 UUD 1945, yaitu yang mengatur masa jabatan presiden yang maksimal dua perioden,” paparnya.
Kedua, ia melanjutkan, ada skenario lainnya yang didesain sedemikian rupa sehingga pada saatnya nanti, KPU akan mengatakan, “Mohon maaf, kami tidak siap, karena waktu yang relatif pendek, untuk mempersiapkan perubahan aturan dalam rangka merespons perubahan sistem (seumpama, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup).”
Ketiga, ada gerakan-gerakan siluman yang telah dilakukan dengan pendekatan-pendekatan ke ormas-ormas, ke kalangan kampus, yang bertujuna untuk mengondisikan, dalam artian meninakbobokan mereka agar menyetujui rencana penundaan pemilu 2024 dan bahkan ada delegasi yang dikirim kepada kiai-kiai di berbagai macam di wilayah Indonesia.
“Siapa mereka-mereka ini? siapa gerangan mereka di balik semua ini? Siapa mereka yang berani melawan konstitusi UUD 1945? Di antara mereka ini ada yang berkata, kira-kira begini, ‘Saya tidak berminat atau ini ide dari siapa?’ Katanya begitu,” kata Ridho lagi.
“Kemudian yang lain di antara mereka berkata, ‘Kita tidak bisa menghalangi Ketua Partai atau kelompok masyarakat tertentu berwacana soal perpanjangan.’ Lainnya dari mereka berkata lagi, ‘Secara konstitusi semua bisa terjadi’,” ia menyambungnya.
Mereka yang mengatakan ini dipertanyakan oleh Ridho: lupa atau pura-pura lupa. Sebab mereka ini menurut dia pejabat pemerintah, ketua-ketua partai, relawan-relawan yang lahir dari rahim reformasi.
“Tapi malah mengapa mereka kemudian durhaka terhadap konstitusi? Sebab telah jelas membatasi masa jabatan presiden hanya dua kali,” kata dia.
Mereka seharusnya berada di garda terdepan. Melakukan pendekatan konstitusi. Tapi malah mengendap-endap di belakang. Ridho minta mereka sadar.
Ridho kemudian mengutip ayat yang ada di Alquran, di mana mereka telah membuat tipu daya, mereka membuat makar, dan Allah membalas tipu daya makar mereka tersebut. Dan Allah sebaik-baiknya pembalas tipu daya.
“Sejarah telah mengajarkan kepada kita, kekuasaan yang terlalu lama bercokol, karena sirkulasi kepemimpinan yang ditunda-tunda, akan melahirkan tirani-tirani baru, akan menjadi bom waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu. Menimbulkan ledakan krisis sosial, krisis ekonomi dan lainnya itu. Bahkan di beberapa negara lain, tirani-tirani lahir begitu cepat. Kurang dari satu dekade saja, mereka sudah merajalela,” sindirnya.
Tirani politik menurut dia telah membawa kita kembali ke zaman kegelapan otokrasi. Apalagi sekarang cengkraman oligarki hampir ada di semua lini. Belum lagi politik pecah belah atas bangsa sendiri. Kebebasan diamputasi. Sedikit kritik bisa ditangkap polisi, kata dia.
“Lalu di Indonesia ini, mengapa pemilu mau ditunda? Kita sudah lihat dengan mata kepala kita sendiri, bagaimana tirani politik telah merusak demokrasi yang susah payah kita perjuangkan sejak reformasi hingga hari ini. Reputasinya memang bertambah, namun dalam hal korupsi,” kata dia.
Ia kembali mengutip ayat Alquran, di mana ada peringatan soal (orang) tirani–sebuah tirani itu demi menjaga kekuatannya, demi menjaga kekuasaannya, takut diambil secuil saja, kemudian ega melakukan apa pun, termasuk menyembelih, membunuh anak-anak laki (pada zamannya waktu itu).
Inilah yang menurut Rido kita lihat sekarang. Wakil rakyat pun kata dia tidak lewat dikooptasi hingga mereka lupa fungsi. Lupa siapa yang diwakili. Lupa apa yang harus diawasi.
“Singkat kata, mereka yang terhormat itu lupa diri,” kata dia.
Politik nasional saat ini, menurutnya telah sukses menciptakan kehidupan nasional yang hobbesian. Dimana manusia dikatakan akan menjadi srigala bagi manusia lainnya dan manusia akan memerangi manusia lain, yang kuat menindas yang lemah, yang dominan memaksa yang lain untuk menyerah, yang pinta memintari yang tak sekolah.
Ia mengatakan itu karena menurutnya tirani tidak peduli demokrasi. Mereka hanya peduli dengan kepentingannya sendiri.
(Rob/parade.id)