Jakarta (PARADE.ID)- Habib Rizieq Shihab Center angkat suara terkait acara peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Habib Rizieq Shihab (HRS) di Petamburan beberapa waktu lalu yang dipersoalkan.
“Seiring dengan itu banyak dijumpai komentar dan pendapat yang tidak berdasarkan argumen yuridis. Terlebih saat ini tengah dilakukan proses penyelidikan oleh kepolisian dengan pemanggilan klarifikasi terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan pihak lainnya,” demikian kata Chief Legal Department, Muhammad Kami Pasha, Kamis (18/11/2020), saat konferensi pers di Yayasan Haikal Hassan, Kramat Jati, Jakarta.
HRS Center menurut dia memandang perlu untuk memberikan tanggapan terkait itu, karena hal demikian untuk menentukan dapat atau tidaknya ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Pertama, menurutnya, sistem penanganan pendemi Covid-19 yang diterapkan oleh pemerintah, baik Pusat maupun Daerah adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bukan sistem Karantina (in casu karantina wilayah).
“Dasar hukum keberlakuannya menunjuk pada peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),” kata dia.
Kedua, menurut dia, keberlakuan PSBB menunjuk pada UU No. 6 Tahun 2018 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dan di UU tersebut, tidak menyebutkan norma hukum larangan dan sanksi pidana PSBB.
“Norma hukum pasal 9 jo pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan berlaku dalam hal pelanggaran Kekarantinaan, bukan PSBB. Dengan demikian, proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap acara peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri HRS harus dinyatakan bukan peristiwa/perbuatan pidana,” jelasnya.
Selain itu, penerapan pasal 216 KUHP juga dipandang tidak tepat guna kepentingan penyelidikan perkara a quo. Menurut dia, pasal 216 itu tidak ada relevansinya dengan penyelenggraan PSBB.
“Oleh karena itu, tidak ada perbuatan pidana dalam PSBB, maka keberlakuan pasal 216 KUHP tidak dapat diterapkan,” tandasnya.
Pun dalam hal penjatuhan denda sebesar Rp50.000.000 kepada HRS oleh Pemprov DKI menurut dia bukanlah dimaksudkan sebagai pelanggaran hukum pidana, melainkan itu hanya denda administratif.
“Denda administratif yang telah dibayarkan oleh HRS memperjelas tidak adanya perbuatan pidana,” tegasnya.
HRS Center pun menyimpulkan, dengan uraian itu, maka HRS dan Gubernur DKI Jakarta, serta pihak lainnya tidak dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan pidana.
Selain Pasha, hadir pula dalam konferensi pers ustaz Haikal Hassan selaku Secretary General dan Abdul Chair Ramadhan selaku Director.
(Robi/PARADE.ID)